Ilustrasi pertambangan. Foto: Dokumen MI
Siti Yona Hukmana • 24 December 2024 20:10
Jakarta: Majelis Hakim Pengadilan Tipikor telah memvonis terdakwa kasus pengolahan tata niaga komoditas timah, di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada Senin, 23 Desember 2024. Vonis itu dinilai menegaskan industri pertambangan timah merusak alam dan sumber kerusakan lingkungan.
Pengamat energi dan ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menilai industri pertambangan memang kerap merusak lingkungan. Namun, permasalahan itu disebut bisa ditanggulangi untuk mengembalikan kondisi alam dengan reklamasi.
"Nah, saya kira tambang dimana pun, termasuk Indonesia yang legal, apa lagi yang ilegal itu prosesnya pasti merusak lingkungan, itu pasti. Maka kemudian dalam pemberian izin IUP (izin usaha pertambangan) ada semacam kewajiban untuk membalikkan kerusakan lingkungan, atau yang disebut reklamasi," kata Fahmy dalam keterangannya, Selasa, 24 Desember 2024.
Dia memandang wajar setiap penggalian tambang menimbulkan kerusakan lingkungan baik timah, batu bara, dan nikel. Namun, kata dia, dalam aktivitas tambang itu negara ikut mendapatkan pendapatan besar.
Termasuk, kegiatan ekonomi masyarakat. Di sini lah, Fahmy menilai peran pengusaha untuk mengembalikan kondisi alam agar tetap hidup.
"Tapi, itu bisa dikembalikan kerusakan alam tadi, tapi membutuhkan biaya," ujar Fahmy.
Fahmy mengatakan selama penambang melakukan perbaikan dalam bentuk reklamasi dan mengikuti prosedur lainnya, maka tidak semestinya terkena jerat pidana. Para penambang legal pun diyakini sanggup melakukan reklamasi.
"Tidak perlu khawatir mereka pasti masih untung, karena keuntungan tambang itu kan sangat besar, kalau hanya dikurangin untuk biaya reklamasi, saya kira enggak masalah," tutur Fahmy.
Baca Juga:
Vonis Harvey Moeis Dinilai Menambah Daftar Hukuman Ringan Bagi Koruptor |