Antisipasi Pandemi di Masa Mendatang, WHO Adopsi Perjanjian Global

Dirjen WHO beserta jajaran pemimpin dunia hadir dalam pengadopsian Perjanjian Pandemi di Jenewa, Swiss, Selasa, 20 Mei 2025. (EPA / Yonhap)

Antisipasi Pandemi di Masa Mendatang, WHO Adopsi Perjanjian Global

Willy Haryono • 21 May 2025 09:43

Jenewa: Negara-negara anggota Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada hari Selasa kemarin mengadopsi Perjanjian Pandemi yang penting untuk mengatasi krisis kesehatan di masa mendatang, setelah lebih dari tiga tahun negosiasi yang dipicu oleh goncangan Covid-19.

Mengutip dari The Korea Herald, Rabu, 21 Mei 2025, kesepakatan tersebut bertujuan mencegah tanggapan yang terputus-putus dan kekacauan internasional yang terjadi akibat pandemi Covid-19 dengan meningkatkan koordinasi dan pengawasan global, serta akses ke vaksin, dalam pandemi apa pun di masa mendatang.

"Dengan perjanjian ini, kita lebih siap menghadapi pandemi daripada generasi mana pun dalam sejarah," kata Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sidang tahunan pengambilan keputusan di Jenewa, Swiss.

Naskah perjanjian tersebut diselesaikan secara konsensus bulan lalu setelah beberapa putaran negosiasi yang menegangkan.

Amerika Serikat (AS0 menarik diri dari perundingan tersebut setelah keputusan Presiden Donald Trump untuk mulai menarik negaranya dari WHO.

"Dunia menjadi lebih aman saat ini berkat kepemimpinan, kolaborasi, dan komitmen negara-negara anggota kami untuk mengadopsi Perjanjian Pandemi WHO yang bersejarah," tutur Tedros.

"Perjanjian ini merupakan kemenangan bagi kesehatan masyarakat, sains, dan tindakan multilateral. Perjanjian ini akan memastikan kita, secara kolektif, dapat melindungi dunia dengan lebih baik dari ancaman pandemi di masa mendatang," imbuhnya.

"Warga negara, masyarakat, dan ekonomi tidak boleh dibiarkan rentan untuk kembali menderita kerugian seperti yang dialami selama COVID-19,” tegas Tedros.

Jalan menuju ratifikasi

Pandemi Covid-19 telah menewaskan jutaan orang, menghancurkan ekonomi, dan melumpuhkan sistem kesehatan.

Perjanjian ini bertujuan mendeteksi dan memerangi pandemi dengan lebih baik, dengan berfokus pada koordinasi dan pengawasan internasional yang lebih besar, serta akses lebih adil terhadap vaksin dan perawatan.

Proses negosiasi menjadi tegang di tengah ketidaksepakatan antara negara-negara kaya dan berkembang, dengan negara-negara berkembang merasa terputus dari akses terhadap vaksin selama pandemi.

Presiden Angola Joao Lourenco, yang berbicara atas nama Uni Afrika, mengatakan kepada majelis WHO pada hari Selasa: "Negara-negara di Afrika jarang menjadi titik awal krisis ini, tetapi selalu berada di garis depan dan menjadi korban krisis yang melintasi batas negara."

Perjanjian ini juga menghadapi tentangan dari mereka yang menganggapnya akan melanggar kedaulatan negara. Negara-negara masih harus membahas rincian mekanisme Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS) perjanjian tersebut.

Mekanisme PABS menangani pembagian akses ke patogen yang berpotensi menimbulkan pandemi, dan kemudian membagi manfaat yang diperoleh dari patogen tersebut: vaksin, tes, dan perawatan.

Setelah sistem PABS dirampungkan, perjanjian tersebut kemudian dapat diratifikasi oleh para anggota, dengan 60 ratifikasi diperlukan agar perjanjian tersebut mulai berlaku.

Dalam sebuah pesan video, Perdana Menteri India Narendra Modi menyebut perjanjian tersebut sebagai "komitmen bersama untuk memerangi pandemi di masa mendatang dengan kerja sama yang lebih besar sambil membangun planet yang sehat."

Komisaris kesehatan Uni Eropa Oliver Varhelyi menyebut perjanjian tersebut sebagai "langkah menentukan menuju pendekatan global yang lebih efektif dan kooperatif" untuk mencegah dan mengelola pandemi.

Baca juga:  Indonesia Konsisten Suarakan Prinsip Kesetaraan dalam WHO Pandemic Agreement

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)