Laporan IQAir: 19 dari 20 Kota Paling Tercemar di Dunia Ada di Asia

Kabut asap menyelimuti kota New Delhi di India. (Anadolu Agency)

Laporan IQAir: 19 dari 20 Kota Paling Tercemar di Dunia Ada di Asia

Willy Haryono • 11 March 2025 17:01

Goldach: Laporan terbaru dari IQAir, sebuah perusahaan berbasis di Swiss yang memantau kualitas udara global, mengungkapkan bahwa 19 dari 20 kota paling tercemar di dunia pada tahun lalu berada di Asia. India mendominasi dengan 13 kota yang masuk dalam daftar, sementara Pakistan menyumbang empat kota. 

Tiongkok dan Kazakhstan masing-masing memiliki satu kota dalam peringkat tersebut. Satu-satunya kota di luar Asia yang tercatat dalam daftar adalah N'Djamena, ibu kota Chad, yang juga dinobatkan sebagai negara dengan kualitas udara terburuk di dunia.

India dan Pakistan Dominasi Daftar Kota Tercemar

India, sebagai negara dengan populasi terbesar di dunia, menjadi negara dengan jumlah kota terbanyak dalam daftar tersebut. Pertumbuhan ekonomi yang pesat, didukung oleh penggunaan batu bara serta kemacetan lalu lintas di kota-kota besar, menjadi faktor utama penyumbang polusi. 

Byrnihat, sebuah kota industri di timur laut India, menempati peringkat pertama dengan konsentrasi PM2.5 mencapai 128,2 mikrogram per meter kubik lebih dari 25 kali lipat ambang batas yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebesar lima mikrogram per meter kubik.

"Rasanya sangat menyedihkan dan membuat putus asa melihat Byrnihat terus berada di puncak daftar ini," ujar Suman Momin, warga setempat berusia 26 tahun, seperti dilansir CNN, Selasa, 11 Maret 2025. 

Ia menyalahkan pabrik-pabrik industri, konstruksi yang berkembang pesat, serta penggundulan hutan sebagai penyebab utama memburuknya kualitas udara. 

"Saat ini polusi sangat parah, jarak pandang berkurang, debu ada di mana-mana, dan mata saya terasa perih. Saya tidak pernah keluar rumah tanpa masker," tambahnya.

Selain Byrnihat, 12 kota lain di India juga masuk dalam daftar, termasuk ibu kota New Delhi yang untuk keenam tahun berturut-turut dinobatkan sebagai ibu kota paling tercemar di dunia dengan konsentrasi PM2.5 sebesar 91,8 mikrogram per meter kubik. Enam kota satelit di sekitarnya yaitu Faridabad, Loni, Delhi, Gurugram, Noida, dan Greater Noida juga masuk dalam daftar 20 besar.

Pada November lalu, kabut asap tebal menyelimuti New Delhi, mengganggu penerbangan, menghalangi pandangan, dan mendorong pemerintah kota untuk menetapkan status darurat kesehatan. Meskipun India turun dari peringkat ketiga menjadi kelima dalam daftar negara dengan kualitas udara terburuk, laporan tersebut menegaskan bahwa polusi udara tetap menjadi ancaman kesehatan serius yang mengurangi angka harapan hidup rata-rata hingga 5,2 tahun.

Negara-negara tetangga India, seperti Pakistan dan Bangladesh, juga menghadapi masalah serupa. Laporan IQAir menyebut Pakistan sebagai negara dengan tingkat polusi udara tertinggi kedua secara global, sementara Bangladesh berada di peringkat ketiga. Secara keseluruhan, wilayah Asia Selatan yang dihuni sekitar 400 juta penduduk masih menghadapi krisis polusi udara yang mengkhawatirkan.

Tiongkok Alami Perbaikan Kualitas Udara

Berbeda dengan India dan Pakistan, Tiongkok mencatat sedikit perbaikan dalam kualitas udaranya. Konsentrasi rata-rata tahunan PM2.5 di negara tersebut menurun dari 32,5 menjadi 31 mikrogram per meter kubik. Kota-kota besar seperti Beijing, Shanghai, Chengdu, Guangzhou, dan Shenzhen mengalami peningkatan kualitas udara sebagai hasil dari kampanye nasional dalam mengurangi polusi.

Meskipun Tiongkok masih menjadi negara dengan emisi karbon dioksida terbesar di dunia, pemerintahnya telah menerapkan kebijakan ketat terhadap polusi udara dalam beberapa tahun terakhir. Langkah ini termasuk memperluas penggunaan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. 

Namun, laporan dari dua organisasi lingkungan pada bulan lalu memperingatkan adanya rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara dengan kapasitas hampir 100 gigawatt pada tahun lalu yang merupakan angka tertinggi dalam hampir satu dekade.

Kesenjangan Data dalam Pemantauan Polusi Udara

Frank Hammes, CEO Global IQAir, menyoroti bahwa masih banyak negara yang mengalami kesenjangan dalam pemantauan kualitas udara. 

"Polusi udara tetap menjadi ancaman kritis bagi kesehatan manusia dan stabilitas lingkungan, namun banyak populasi yang masih tidak menyadari tingkat paparan mereka," ujarnya.

Laporan tersebut mencatat bahwa Iran dan Afghanistan tidak masuk dalam daftar tahun ini karena keterbatasan data. Selain itu, pemantauan kualitas udara di Asia Tenggara juga masih mengalami banyak kendala. Dari 392 kota yang dianalisis di kawasan ini, 173 di antaranya tidak memiliki stasiun pemantauan resmi yang dikelola pemerintah, sementara Kamboja tidak memiliki satupun fasilitas pemantauan udara.

Situasi ini diperkirakan semakin memburuk setelah pemerintah Amerika Serikat mengumumkan penghentian program berbagi data kualitas udara yang dikumpulkan dari kedutaan dan konsulatnya di seluruh dunia akibat keterbatasan anggaran. 

"Data kualitas udara menyelamatkan nyawa," tegas Hammes. "Informasi ini sangat penting untuk meningkatkan kesadaran, mendukung kebijakan publik, dan mendorong langkah konkret dalam mengurangi polusi udara serta melindungi generasi mendatang."

Polusi Udara di Amerika Utara

Di Amerika Utara, kota-kota dengan tingkat polusi udara tertinggi seluruhnya berada di California. Tiga kota dengan kualitas udara terburuk di kawasan ini adalah Ontario, Bloomington, dan Huntington Park.

Namun, secara keseluruhan, kualitas udara di Amerika Serikat mengalami peningkatan yang signifikan. Rata-rata tahunan konsentrasi PM2.5 di negara tersebut turun sebesar 22% dibandingkan tahun sebelumnya. Amerika Utara juga dikenal memiliki sistem pemantauan kualitas udara yang sangat maju, dengan 56?ri total stasiun pemantauan kualitas udara berbasis darat di seluruh dunia berasal dari wilayah ini. 

Data yang dikumpulkan dari pemantauan tersebut membantu para ilmuwan dalam meneliti dampak polusi udara dan mendukung kebijakan kesehatan masyarakat.

Hanya 12 negara, wilayah, dan teritori di dunia yang mencatat konsentrasi PM2.5 di bawah standar WHO, sebagian besar berada di Amerika Latin, Karibia, atau Oseania. Laporan IQAir menyerukan agar pemerintah di seluruh dunia lebih serius dalam mendanai proyek energi terbarukan serta memperketat regulasi emisi kendaraan dan industri.

Harapan ini juga disuarakan oleh Suman Momin, warga Byrnihat, yang berharap kotanya dapat keluar dari daftar kota paling tercemar tahun depan. 

"Banyak orang di sekitar sini mengalami masalah pernapasan selama bertahun-tahun," katanya. "Ini adalah kampung halaman saya, saya tidak ingin meninggalkannya. Kami ingin pemerintah lebih bertindak dan bekerja sama untuk membantu kami.” (Muhammad Reyhansyah)

Baca juga:  Kabut Asap Melanda Ibu Kota India, Sekolah Ditutup

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Willy Haryono)