Jajaran Polda DIY menunjukkan dokumen-dokumen kasus mafia tanah. Metrotvnews.com/Ahmad Mustaqim
Ahmad Mustaqim • 20 June 2025 17:37
Yogyakarta: Para mafia tanah yang kini jadi tersangka telah terindikasi mengincar masyarakat dengan klasifikasi tertentu untuk dijadikan korban. Salah satu kriteria itu lansia yang buta aksara.
"Tentunya memanfaatkan kelemahan pelapor yang saat itu hanya mempercayai," kata Direktorat Reserse Kriminal Umum (Direskrimum), Komisaris Besar Idham Mahdi di Yogyakarta, Jumat, 20 Juni 2025.
Tupon Hadi Suwarno atau Mbah Tupon, warga Dusun Ngentak, Desa Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul merupakan lansia 68 tahun yang buta aksara. Dalam kasus perampasan kepemilikan tanahnya, Mbah Tupon memercayai orang yang dikenal mengurus penjualan tanah dan pecah sertifikat hak milik.
Enam tersangka ditahan yakni BR, 60, warga Kasihan, Kabupaten Bantul; Tk, 54, warga Kasihan; VW, 50, warga Kecamatan Pundong, Kabupaten Bantul; Ty, 50, warga Sewon, Kabupaten Bantul; MA, 47, warga Kecamatan Kotagede, Kota Yogyakarta; IF, 46, warga Kecamatan Kotagede. Tersangka AH saat ini sedang proses pemeriksaan.
Dalam perjalanannya, orang yang dipercayai Mbah Tupon tersebut yakni BR. BR menjalankan kepercayaan Mbah Tupon dengan memberikan tugas menjual dan pecah sertifikat ke tersangka lain dan diikuti serangkaian transaksi, seperti balik nama sertifikat, mengagunkan sertifikat tanah ke perbankan, hingga meneguk keuntungan pribadi.
Idham mengatakan ketujuh orang tersebut seperti satu lingkaran karena secara tak langsung sudah saling mengenal. Titik lemah pemilik sertifikat tanah tersebutlah yang kemudian dijadikan sarana mengambil keuntungan.
"Mereka-mereka ini adalah orang yang dimintai tolong oleh pelapor (Mbah Tupon) untuk membaca sertifikat, sehingga yang bersangkutan (Mbah Tupon) hanya menandatangani, tidak (bisa) membaca, dan juga tidak dibacakan (sebelum menandatangani dokumen)," katanya.
Ketidakpahaman atas apa yang ditandatangani tersebut membuat sertifikat hak milik (SHM) tanah milik Mbah Tupon beralih nama menjadi milik orang lain. Meskipun, kata dia, pada awalnya Mbah Tupon berniat memecah sertifikat nama untuk diberikan kepada anak-anaknya.
"Kalau itu memang boleh dikatakan mengincar, mungkin itu idealnya seperti itu, karena memang sudah ada rangkaian dari sertifikat pertama pecah, kemudian ke sertifikat yang kedua pecah untuk beralih nama, sehingga sertifikat-sertifikat ini yang dikirimkan di bank," ucapnya.
Selain Mbah Tupon, warga Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Brian Manov Krisna Huri, 35, mengaku tanahnya diduga dirampas mafia tanah. Orang yang diberi kepercayaan mengurus sertifikat tanah milik keluarga Brian juga tersangka dalam kasus yang mendera Mbah Tupon. Dalam kasus keluarga Brian, Polda DIY menyatakan masih melakukan pendalaman lebih lanjut.
Kini, enam tersangka tersebut telah mendekam di tahanan Polda DIY. Idham menyatakan perkiraan nilai kerugian dalam kasus itu sebesar Rp3,5 miliar.
Polisi menjerat para tersangka dengan sejumlah pasal, di antaranya Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP, Pasal 263 KUHP, dan Pasal 266 KUHP. Selain itu, ada juga Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 5 Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Ancaman pidananya dari 4 tahun hingga 20 tahun, serta denda dengan besaran dari Rp900 ribu hingga miliaran rupiah.