Ilustrasi. Foto: MI.
Media Indonesia • 20 September 2025 07:00
KONSISTENSI aturan sangat penting dalam menjaga iklim investasi di Indonesia. Aturan yang berubah-ubah akan membuat investor berpikir seribu kali untuk masuk. Bahkan, yang sudah masuk pun bisa-bisa hengkang.
Contoh inkonsistensi aturan ditunjukkan pemerintah dalam pengaturan pasokan bahan bakar untuk stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) asing. Lewat kebijakan yang tertuang dalam Surat Edaran No T-19/MG.05/WM.M/2025 tanggal 17 Juli 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membatasi kenaikan impor bensin nonsubsidi maksimal 10% dari volume penjualan 2024.
Kebijakan tersebut mengancam kelangsungan operasional SPBU swasta yang bergantung sepenuhnya pada impor. Apalagi, kebijakan itu juga diiringi arahan untuk membeli kekurangan pasokan melalui satu pintu, yakni PT Pertamina. Padahal, di lapangan mereka adalah kompetitor.
Dampak dari kebijakan tersebut, sejumlah SPBU swasta dalam beberapa pekan terakhir kehabisan pasokan. Meski tetap mengoperasikan seluruh jaringan SPBU yang ada, mereka tak bisa melayani penjualan beberapa jenis BBM. Akibatnya, banyak karyawan yang dirumahkan. Konsumen pun tidak lagi memiliki alternatif pembelian bahan bakar minyak (BBM) kecuali di SPBU Pertamina.
Selain berdampak pada kenyamanan konsumen, kebijakan ini tentu sangat tidak mendukung iklim investasi. Perusahaan-perusahaan swasta asing pada awalnya bersedia berinvestasi dan membuka SPBU di Indonesia karena tata kelolanya membolehkan dan membebaskan hal itu.
Ilustrasi SPBU swasta. Foto: Dok. MI.
Tata kelola itu diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Regulasi tersebut membolehkan badan usaha swasta melakukan kegiatan usaha pada hulu dan hilir sektor migas, termasuk di antaranya membuka SPBU. Badan usaha swasta itu juga diperkenankan melakukan pengadaan BBM sesuai kuota yang ditetapkan.
Namun, dengan pembatasan tambahan kuota impor plus ketentuan pembelian tambahan kuota satu pintu, tentu kebijakan ini tidak menguntungkan bagi SPBU-SPBU swasta. Mereka tidak lagi bebas mencari negara impor yang memberikan harga paling murah dan dengan kualitas baku yang sesuai standar mereka.
Polemik soal kelangkaan pasokan BBM di SPBU swasta yang sudah berlangsung sejak awal Agustus tersebut, kemarin, sudah menemukan solusi sementara. Hal itu setelah Kementerian ESDM dan SPBU-SPBU swasta mencapai kesepakatan. Dalam kesepakatan, SPBU swasta seperti Shell, Vivo, BP, dan Exxon Mobil menyetujui untuk membeli stok BBM tambahan dengan skema impor melalui Pertamina.
Mereka bersedia membeli dengan syarat BBM yang dibeli merupakan BBM murni (
base fuel) yang nantinya akan dicampur di tangki SPBU masing-masing. Selain itu, mereka meminta survei bersama pembelian stok BBM, serta adanya transparansi harga pembelian.
Akan tetapi, sekali lagi, solusi yang hadir dari kesepakatan tersebut masih bersifat sementara. Selanjutnya, pemerintah dituntut merumuskan keputusan yang menghasilkan
win-win solution untuk jangka panjang. Keputusan yang tidak merusak iklim investasi dan menjaga persaingan yang sehat. Tentu juga keputusan yang tidak merugikan rakyat banyak.
Betul bahwa minyak, termasuk BBM, sesuai Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 termasuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, yang harus dikuasai negara. Karena itu, semestinya dalam mengimplementasikan pasal tersebut tidak boleh dilakukan dengan menciptakan kebijakan yang malah merugikan hajat hidup orang banyak.