Nuklir Iran menjadi perhatian besar bagi Amerika Serikat. Foto: Press TV
Fajar Nugraha • 24 March 2025 15:14
Washington: Amerika Serikat (AS) menegaskan bahwa Iran harus melakukan "pembongkaran penuh" terhadap program nuklirnya secara transparan di hadapan dunia internasional. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Mike Waltz, dalam wawancara di program Face the Nation yang disiarkan CBS News pada Minggu 23 Maret 2025.
"Iran harus benar-benar membongkar program nuklirnya dengan cara yang dapat disaksikan seluruh dunia," tegas Waltz, seperti dikutip Anadolu, Senin, 24 Maret 2025.
Pernyataan tersebut muncul setelah Presiden Donald Trump mengirimkan surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, awal bulan ini, yang menawarkan kesepakatan untuk mencegah Teheran memperoleh kemampuan nuklir.
Namun, Khamenei menolak tawaran tersebut dan menyebut pernyataan Trump sebagai upaya menipu opini publik global. "Klaim Presiden AS bahwa mereka siap untuk bernegosiasi adalah bentuk penipuan terhadap opini publik dunia," kata Khamenei dalam tanggapannya.
Waltz menegaskan bahwa pemerintahan Trump tidak akan mengesampingkan tindakan tegas jika Iran menolak menghentikan ambisi nuklirnya.
"Seperti yang disampaikan Presiden Trump, situasi ini sedang menuju titik krusial. Semua opsi tersedia, dan saatnya bagi Iran untuk benar-benar meninggalkan keinginan memiliki senjata nuklir," ujar Waltz.
Menurut Waltz, keberadaan senjata nuklir di Iran dapat memicu perlombaan senjata di kawasan Timur Tengah yang akan membahayakan stabilitas regional dan keamanan nasional AS.
"Jika Iran memiliki senjata nuklir, seluruh Timur Tengah akan meledak dalam perlombaan senjata. Hal ini benar-benar tidak dapat diterima bagi keamanan nasional kami," tambah Waltz.
Ia juga memperingatkan Teheran untuk menghentikan program tersebut atau menghadapi konsekuensi serius.
"Hentikan atau akan ada konsekuensinya," kata Waltz dengan nada tegas.
Pada 2018, di bawah kepemimpinan Trump, AS secara sepihak menarik diri dari Kesepakatan Nuklir Iran 2015, yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA), dan kembali memberlakukan sanksi berat terhadap Teheran.
Meskipun Iran tetap mematuhi perjanjian tersebut selama lebih dari satu tahun setelah AS mundur, Teheran secara bertahap mengurangi komitmennya. Langkah ini diambil karena negara-negara penandatangan lainnya dinilai gagal melindungi kepentingan ekonomi Iran dari dampak sanksi AS.
(Muhammad Reyhansyah)