Ujian Berat Sanae Takaichi, Calon Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang

Sanae Takaichi calon Perdana Menteri Perempuan pertama Jepang. Foto: Kyodo News

Ujian Berat Sanae Takaichi, Calon Perdana Menteri Perempuan Pertama Jepang

Muhammad Reyhansyah • 8 October 2025 14:34

Tokyo: Jepang resmi memiliki pemimpin partai baru sekaligus calon kuat perdana menteri perempuan pertama dalam sejarahnya. Mantan Menteri Keamanan Ekonomi Sanae Takaichi, 64 tahun, terpilih memimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) yang tengah menghadapi krisis kepercayaan publik dan tantangan ekonomi.

Sebagai politikus berhaluan konservatif keras dan pendukung setia mendiang Shinzo Abe, Takaichi kini dihadapkan pada tugas berat untuk memulihkan citra partai yang telah lama berkuasa. Ia diharapkan mampu menghadirkan solusi terhadap inflasi yang meningkat serta menavigasi hubungan diplomatik yang kompleks, terutama dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.

Meski LDP kehilangan mayoritas di dua majelis parlemen akibat kekalahan beruntun dalam pemilu, partai itu tetap menjadi kekuatan terbesar di parlemen rendah, yang memiliki wewenang memilih perdana menteri. Dengan oposisi yang terpecah, Takaichi hampir pasti akan menjabat posisi tersebut setelah pemungutan suara dijadwalkan pertengahan Oktober.

Dalam konferensi pers perdananya sebagai ketua LDP, Takaichi menegaskan pentingnya memperkuat aliansi Jepang-AS dan memperluas kerja sama trilateral dengan Korea Selatan, Australia, dan Filipina. Ia juga menyatakan akan melanjutkan kebijakan tarif dan investasi yang telah disepakati antara pemerintahan sebelumnya dengan AS.

Koalisi rawan retak

Mengutip dari Times of India, Rabu, 8 Oktober 2025, tantangan utama Takaichi muncul dari dalam negeri. Partai Komeito, mitra koalisi LDP selama 26 tahun yang berakar pada organisasi Buddhis Soka Gakkai, menyatakan kekhawatiran terhadap pandangan politik Takaichi yang ultra-konservatif.

Komeito keberatan atas kunjungan rutin Takaichi ke Kuil Yasukuni, simbol kontroversial bagi korban perang Asia Timur serta kebijakan keras terhadap imigrasi. Pemimpin Komeito, Tetsuo Saito, memperingatkan bahwa partainya “memiliki kekhawatiran besar” dan akan meninggalkan koalisi bila Takaichi tidak melunakkan sikapnya.

LDP sendiri tengah berupaya memperluas basis koalisi dengan partai oposisi berhaluan tengah-kanan, seperti Democratic Party for the People (DPP) dan Japan Innovation Party (Ishin no Kai). Namun, pembicaraan kerja sama dengan partai-partai tersebut kini terhambat oleh arah politik konservatif Takaichi.


Pengaruh fraksi internal

Langkah pertama Takaichi sebagai ketua LDP memperlihatkan besarnya pengaruh faksi internal partai. Ia menunjuk sejumlah sekutu dari kubu mantan Perdana Menteri Taro Aso, salah satu kingmaker paling berpengaruh di LDP ke posisi penting dalam struktur partai.

Taro Aso juga dikabarkan membuka komunikasi dengan pejabat senior DPP terkait kemungkinan kerja sama politik. Di sisi lain, Takaichi mempertimbangkan memberi jabatan menteri luar negeri kepada Toshimitsu Motegi, sekutunya yang juga dekat dengan Aso.

Namun langkahnya menimbulkan kritik publik karena melibatkan sejumlah politisi dari faksi mendiang Abe yang terseret skandal dana politik. Ketua oposisi utama, Yoshihiko Noda dari Partai Demokrat Konstitusional Jepang, menilai keputusan itu “sama sekali tidak dapat diterima.”

Dengan tekanan ekonomi di dalam negeri, potensi retaknya koalisi, dan sorotan tajam terhadap integritas politik, Takaichi kini menghadapi ujian kepemimpinan terbesar dalam kariernya. Ia harus membuktikan bahwa sejarah sebagai perdana menteri perempuan pertama Jepang tidak akan berhenti pada simbol, tetapi berlanjut menjadi perubahan nyata dalam politik negeri itu.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)