Ilustrasi LRT. Foto: Dok Kemenhub
Media Indonesia • 23 July 2023 22:44
Jakarta: Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengungkapkan tarif LRT Jabodebek yang diputuskan oleh Kementerian Perhubungan sebesar Rp24 ribu untuk rute terjauh dari Stasiun Harjamukti ke Dukuh Atas sudah wajar dan sesuai. Angka tersebut sudah sesuai dengan perhitungan jarak tempuh yang mencapai 27,3 km serta sesuai kemampuan calon penumpang.
"Ini sudah sesuai. Apalagi ini sudah disubsidi. Tanpa subsidi tarifnya Rp50 ribu," kata Djoko saat dikonfirmasi Media Indonesia, Minggu, 23 Juli 2023.
Djoko mengatakan, salah satu sasaran penumpang LRT Jabodebek merupakan warga perumahan yang tinggal di kawasan elit seperti Sentul, Bogor, hingga Kota Bekasi.
Dalam sebuah survei kecil-kecilan yang pernah ia lakukan, warga Bekasi dan Bogor yang mengendarai mobil untuk bekerja ke Jakarta setiap hari rata-rata mengeluarkan biaya Rp75 ribu hingga Rp100 ribu per hari.
"Itu termasuk tarif tol, bensin, dan biaya parkir," ujarnya.
Agar warga tersebut mau beralih ke LRT Jabodebek, Djoko menyarankan agar Kementerian Perhubungan melalui Badan Pengelola Transportasi Jabodebek (BPTJ) menyediakan layanan pengumpan atau feeder dalam bentuk bus. BPTJ sebelumnya sudah memiliki layanan ini melalui bus JR Connexion.
Penyediaan bus atau angkutan pengumpan ini juga bisa bekerja sama dengan pemda setempat yang wilayahnya dilalui oleh LRT Jabodebek.
"Yang harus dilakukan adalah menekan ongkos dari rumah ke stasiun. Ini bisa dengan bus. Busnya wara-wiri saja dari komplek perumahan ke stasiun bayar Rp10 ribu. Ini sudah cukup menjanjikan bisa menekan," tuturnya.
Penyediaan bus pengumpan, dinilainya lebih efektif ketimbang menyediakan sarana kantong parkir (park and ride). Sebab, berbeda dengan PT KCI yang memiliki lahan luas di beberapa area stasiunnya sehingga bisa menyediakan parkir, Kemenhub tidak memiliki lahan di sekitar stasiun-stasiun LRT Jabodebek yang bisa dijadikan lahan parkir.
"Lahan di sekitar stasiun sudah sempit. Ada di Taman Mini. Tapi itu pun harus diatur sedemikian rupa supaya enggak bikin macet ketika jam sibuk. Kalau salah desain, bisa macet. Nanti orang menyalahkan LRT lagi," tuturnya.
Dosen Teknik Sipil Universitas Soegijapranata itu juga menyarankan LRT Jabodebek menerapkan tarif promosi di awal beroperasi komersial. Tujuannya untuk memperkenalkan angkutan massal tersebut kepada penumpang sehingga terbentuk pembiasaan serta kebutuhan dari sisi penumpang.
"Kalau sudah ada titik temu kebutuhannya, barulah lama-lama dibebankan tarif normal," tegasnya.
Dalam kesempatan terpisah, Gana, 33, warga Kota Bekasi, menyebut tarif LRT Jabodebek masih cukup mahal. Namun demikian, tarif terjauhnya masih lebih murah jika dibandingkan dengan menggunakan taksi daring.
Di sisi lain, ia ragu LRT Jabodebek akan laris diminati warga. Pasalnya, ada KRL Jabodetabek yang juga menjadi primadona warga Kota Bekasi.
"Kalau dari rumah saya lebih jauh ke stasiun KRL, tapi tarifnya lebih murah. Kalau sedang buru-buru, saya masih pilih KRL. Asal tidak ada gangguan ya," ujarnya.
Ia pun berharap, tarif LRT Jabodebek bisa lebih murah dan tidak jauh angkanya bila dibandingkan dengan MRT Jakarta. "Kalau bisa lebih murah lagi. Ya jangan jauh dari itu (tarif MRT Jakarta)," ungkap dia. (Putri Anisa Yuliani)