Ilustrasi kekerasan terhadap perempuan. (Medcom.id)
Willy Haryono • 26 November 2024 14:23
Wina: Rata-rata 140 perempuan dan anak perempuan dibunuh setiap hari sepanjang 2023 oleh pasangan atau anggota keluarga mereka, menurut laporan terbaru PBB yang diterbitkan pada Senin, 25 November 2024.
Laporan yang dirilis oleh UN Women dan Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) tersebut mengungkap bahwa femisida, bentuk kekerasan paling ekstrem terhadap perempuan dan anak perempuan, masih tersebar luas di seluruh dunia. Dalam laporan ini, disebutkan bahwa "rumah adalah tempat paling berbahaya bagi perempuan dan anak perempuan."
Mengutip dari Xinhua, Selasa, 26 November 2024, data PBB mencatat bahwa sekitar 85.000 perempuan dan anak perempuan dibunuh dengan sengaja di seluruh dunia tahun lalu. Enam puluh persen dari kematian ini, atau 51.100 ribu jiwa, dilakukan oleh pasangan atau anggota keluarga mereka.
Afrika mencatat angka tertinggi perihal pembunuhan oleh pasangan dan keluarga, dengan perkiraan 21.700 perempuan terbunuh. Peringkat setelah diikuti oleh sejumlah negara di benua Amerika dan Oseania.
Di Eropa dan Amerika, sebagian besar korban dibunuh pasangan intim mereka, masing-masing mewakili 64 persen dan 58 persen kasus. Sementara di tempat lain, anggota keluarga dekat merupakan pelaku utama.
Meski berbagai upaya telah dilakukan di sejumlah negara untuk mencegah pembunuhan terhadap perempuan dan anak perempuan, femisida "masih berada pada tingkat yang sangat tinggi," kata laporan PBB.
"Kami melihat angka-angka dalam laporan ini sebagai puncak gunung es karena kami tahu tidak semua kematian perempuan tercatat dan tidak semua penyebab kematian tercatat secara akurat sebagai femisida, dan ada banyak komunitas tempat kami tidak dapat mengakses informasi apa pun," kata Nyaradzayi Gumbonzvanda, Wakil Direktur Eksekutif UN Women.
Sima Bahous, Direktur Eksekutif UN Women, mengatakan bahwa "kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan bukanlah sesuatu yang tak terelakkan -- namun dapat dicegah."
Ia menekankan perlunya undang-undang yang kuat, peningkatan pengumpulan data, akuntabilitas pemerintah yang lebih besar, dan budaya tidak menoleransi kekerasan untuk mengurangi angka pembunuhan terhadap perempuan dan anak perempuan. (Antariska)
Baca juga: Pencegahan Tindak Kekerasan terhadap Anak Butuh Penanganan Serius