Ilustrasi. Foto: Dok Medcom.id
Tri Subarkah • 7 August 2024 20:03
Jakarta: Fenomena calon tunggal dalam kontestasi pemilihan kepala daerah (pilkada) dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 10/2016 tentang Pilkada, khususnya pada Pasal 54C. Pada dasarnya, regulasi itu awalnya menjadi dasar bagi kelahiran pasangan calon tunggal secara natural.
Kendati demikian, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) menilai fenomena itu belakangan justru dikondisikan oleh partai politik. Koordinator Nasional JPPR Rendy NS Umboh mengatakan, prakondisi pencalonan pasangan kepala daerah tunggal justru membahayakan dan merusak demokrasi.
"Fenomena calon tunggal bergeser, dari yang semula natural, alamiah karena situasi, sekarang menjadi prakondisi. Sengaja diciptakan untuk mengejar ambisi dengan harapan menang pilkada dengan mudah," katanya lewat keterangan tertulis yang diterima Media Indonesia, Rabu, 7 Agustus 2024.
Pada kontestasi pilkada, surat suara yang diterima pemilih pada daerah dengan pasangan calon tunggal bersanding dengan sebuah kotak kosong. Pemilih diberikan pilihan untuk memilih pasangan calon kepala daerah tersebut atau kotak kosong.
Kemenangan kotak kosong pernah terjadi pada Pemilihan Wali Kota-Wali Kota Makassar 2018. Saat itu, pasangan calon wali kota dan wakil wali kota adalah Munafri Arifuddin-Andi Rachmatika Dewi. Namun, pada kontestasi pilkada lain, semua kemenangan diraih oleh pasangan calon tunggal.
Baca juga: PKB Sebut Isu KIM Plus Jegal Anies Prematur |