Ilustrasi/Medcom.id
Media Indonesia • 23 November 2023 16:40
NTT: Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak lagi menyandang status sebagai provinsi dengan kasus stunting tertinggi di Indonesia. Kepala Dinas Kesehatan, Kependudukan dan Catatan Sipil NTT, Ruth Laiskodat mengatakan saat ini NTT berada di urutan ke-31 dari 38 provinsi dengan prevalensi stunting 15,2 persen atau 63.804 anak.
Pada 2022, NTT masih berada di urutan ke-32 dari 34 provinsi dengan prevalensi stunting 17,7 persen atau 77.338 anak sehingga termasuk satu dari empat provinsi dengan angka stunting terbesar.
"Data SSGI (Survei Status Gizi Indonesia) maupun data e-PPGBM menunjukkan bahwa trend angka stunting di NTT terus menurun dari tahun ke tahun," ujar Ruth Laiskodat di Kupang, Kamis, 23 November 2023.
Namun, capaian itu masih di bawah target RPJMD 2023, yakni prevalensi stunting turun antara 12-10 persen. Menurut Ruth, meskipun prevalensi stunting turun, akan tetapi jumlah anak stunting masih tinggi.
Namun, kondisi itu dipengaruhi tren capaian jumlah balita ditimbang dan diukur yang rata-rata mengalami peningkatan 10,2 persen setiap tahun. Pada 2022, saat prevalensi stunting 17,7 persen, prosentase anak yang ditimbang dan diukur mencapai 98,5 persen.
Sedangkan pada 2023, anak yang ditimbang dan diukur mencapai 98,6 persen atau dari 425.820 anak, yang ditimbang dan diukur sebanyak 419.798 anak. Dibandingkan 2018, saat prevalensi stunting 35,4 persen, prosentase pengukuran dan penimbangan anak hanya mencapai 37 persen atau hanya 230.319 anak yang diukur dan ditimbang.
Menurutnya, capaian itu merupakan bukti kerja kolaborasi berbagai pihak karena meningkatkannya prosentase pengukuran dan penimbangan anak, membuat intervensi penanganan stunting lebih fokus.
"Anak-anak yang tidak diantar orang tua untuk ditimbang dan diukur tinggi badannya, dilakukan sweeping oleh petugas," ujarnya.
Sementara di lapangan, penanganan stunting masih terkendala, seperti pemberian makanan tambahan dari swasta belum memenuhi standar operasional prosedur, pemberian makanan tambahan yang seharusnya tiga bulan, hanya diberikan selama 21 hari. Masalah lain seperti sebaran antropometri di puskesmas belum merata.
"Kadang petugas harus berjalan kaki jauh melewati kali yang banjir sambil membawa antropometri untuk mengukur tinggi, berat, dan lingkar tubuh anak," ujarnya.
Saat ini, sejumlah pihak swasta membantu Pemprov NTT untuk terus menurunkan angka stunting di daerah itu, di antaranya berasal dari Tanoto Foundation.
External Communications Manager Tanoto Foundation Patrick Hutajulu mengatakan Tanoto Foundation ingin ikut terlibat dalam program Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN Pasti) dengan pendekatan keluarga yang berisiko, intervensi gizi, dan kolaborasi pentahelix antara pemerintah dengan swasta, institusi pendidikan masyarakat, dan media.