Ilustrasi. Foto: Medcom.id/Novi Adavid.
Jakarta: Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan penurunan produksi
beras pada 2023 sebesar 0,44 juta ton diakibatkan oleh persoalan ketersediaan dan aksesibilitas terhadap pupuk bersubsidi.
"Pertama volume pupuk bersubsidi yang terus dikurangi dan pada 2024 hanya tinggal 50 persen dibandingkan 2018," ucap Sekretaris Jenderal Kementan Prihasto Setyanto saat RDP dengan Komisi IV DPR RI pada Rabu, 19 Juni 2024.
Kedua, sambung Prihasto, tercatat sebanyak 17 persen sampai 20 persen petani tidak dapat menggunakan kartu taninya untuk menebus pupuk. Lalu permasalahan selanjutnya adalah petani hanya diberi pupuk untuk satu kali tanam.
"Keempat, sekitar 30 juta petani anggota lembaga masyarakat desa hutan tidak menerima pupuk," jelas dia.
Atasi permasalahan pupuk
Oleh karena itu, ungkap Prihasto, dalam mengatasi permasalahan pupuk pemerintah saat ini telah mengambil kebijakan tata kelola pupuk. Pertama, penambahan alokasi pupuk bersubsidi dari 4,73 juta ton pada 2023 menjadi 9,5 juta pada 2024.
"Kedua, revisi Permentan 10 Tahun 2022 terkait alokasi dan harga eceran tertinggi pupuk subsidi menjadi Permentan 1 Tahun 2024. Ketiga, beberapa perubahan mendasar kebijakan yang baru meliputi pertama penambahan jenis pupuk bersubsidi dari jumlahnya hanya urea, NPK, dan NPK formula khusus menjadi ditambahkan pupuk organik," papar Prihasto.
Selain itu, terdapat evaluasi data petani dalam e-RDKK saat ini dilakukan empat bulan sekali yang awalnya hanya setahun sekali. Selain itu, saat ini alokasi
pupuk bersubsidi tidak lagi berdasarkan sebaran bulanan tetapi hanya terinci berdasarkan jenis pupuk, jumlah pupuk, dan sebaran wilayah.
Adapun jenis komoditas yang mendapat pupuk bersubsidi untuk tanaman pangan meliputi padi, jagung, kedelai, tanaman hortikultura, cabai, bawang merah dan bawang putih, tanaman perkebunan, tebu rakyat, kopi dan kakao. "Penebusan pupuk bersubsidi saat ini dapat menggunakan KTP atau kartu tani," tutur Prihasto.
(NAUFAL ZUHDI)