Prajurit Myanmar berpatroli di area perbatasan. (EPA)
Willy Haryono • 4 December 2024 19:42
Bangkok: Kelompok pemberontak etnis besar kedua di Myanmar mengaku siap melakukan perundingan yang dimediasi Tiongkok dengan junta militer guna mengakhiri pertempuran yang telah berlangsung lebih dari setahun di sepanjang perbatasan Negeri Tirai Bambu.
Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), dengan sekitar 8.000 pejuang yang tersedia, telah memerangi militer Myanmar selama lebih dari satu dekade untuk otonomi bagi etnis minoritas Kokang di negara bagian Shan.
Tahun lalu, kelompok pemberontak ini dan dua kelompok sekutu lainnya melancarkan serangan terhadap militer Myanmar dan merebut sebagian besar negara bagian Shan, termasuk tambang rubi dan jalan raya perdagangan yang menguntungkan ke Tiongkok.
Pekan lalu, sekutu MNDAA, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA), mengaku siap untuk berunding dengan junta Myanmar.
"Mulai hari ini dan seterusnya, kami akan segera menghentikan tembakan, dan tidak akan secara aktif menyerang tentara Myanmar," kata MNDAA, seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 4 Desember 2024.
"Di bawah mediasi Tiongkok, kami bersedia terlibat dalam perundingan damai dengan tentara Myanmar terkait isu-isu seperti Lashio," sambungnya, merujuk pada kota yang direbut para pejuangnya di bulan Agustus.
MNDAA "bersedia mengirim delegasi tingkat tinggi untuk terlibat dalam dialog dan berkonsultasi dengan militer Myanmar dan menyelesaikan konflik dan perbedaan melalui cara politik," katanya.
Tiongkok adalah sekutu utama dan pemasok senjata bagi junta, tetapi juga memelihara hubungan dengan kelompok pemberontak etnis yang menguasai wilayah di dekat perbatasannya.
Beijing telah berulang kali menyerukan penghentian pertempuran di negara bagian Shan, yang menjadi mata rantai utama dalam inisiatif Sabuk dan Jalan (Belt and Road Initiative) bernilai triliunan dolar.
Awal bulan ini, Tiongkok mengatakan kepala MNDAA datang ke Tiongkok untuk "perawatan medis" setelah laporan berita di Myanmar mengatakan ia telah ditangkap atas perintah Tiongkok.
Myanmar adalah rumah bagi sekitar 12 kelompok pemberontak etnis yang telah berperang melawan militer selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi dan kendali atas sumber daya yang menguntungkan termasuk batu giok, kayu, dan opium.
Beberapa pihak, termasuk TNLA, telah memberikan perlindungan dan pelatihan kepada "Pasukan Pertahanan Rakyat" baru yang muncul untuk memerangi militer setelah militer merebut kekuasaan dalam kudeta tahun 2021. (Antariska)
Baca juga: ICC Keluarkan Surat Penangkapan untuk Jenderal Militer Myanmar