Ratusan warga Korsel memprotes pemberlakuan darurat militer pada Selasa malam, 3 Desember 2024. (Anadolu Agency)
Willy Haryono • 4 December 2024 12:57
Seoul: Menghadapi barisan polisi di tengah cuaca dingin, para pengunjuk rasa yang marah berkumpul di depan parlemen Korea Selatan dengan penuh ketidakpercayaan atas keputusan Presiden Yoon Suk-yeol yang memberlakukan darurat militer pada Selasa malam. Darurat militer itu diterapkan untuk kali pertama dalam empat dekade terakhir.
Hanya beberapa jam setelah memberlakukan darurat militer dengan dalih meredam apa yang disebutnya sebagai "kekuatan anti-negara," Yoon mencabutnya. Penghentian darurat militer dilakukan Yoon setelah semua anggota parlemen Korsel memberikan suara bulat dalam menentang deklarasi tak terduga tersebut.
Pengumuman mengejutkan tentang darurat militer pada Selasa malam membuat ratusan orang turun ke jalan.
"Mengapa kami harus datang ke sini setelah bekerja keras di tengah minggu?" teriak seorang pengunjuk rasa, seperti dikutip dari Channel News Asia, Rabu, 4 Desember 2024.
"Ini semua karena darurat militer yang tidak masuk akal yang dideklarasikan Yoon. Dia sudah gila!" teriak seorang pengunjuk rasa yang disambut sorak sorai ratusan penonton."
Pengumuman Yoon adalah pengingat menakutkan akan masa-masa gelap di bawah pemerintahan militer Korea Selatan empat dekade lalu, ketika pelanggaran hak asasi manusia merajalela.
Teriakan "Tangkap Yoon" dan "Dakwa Yoon" bergema di udara malam di depan barisan tebal polisi yang menjaga perimeter dan menghalangi jurnalis untuk memasuki area parlemen.
Para pengunjuk rasa mengibarkan spanduk dengan pesan menyerukan pengunduran diri Yoon, sementara yang lain membawa bendera Korea Selatan.
"Ketika saya mendengar berita itu, saya pikir itu palsu," kata Lee Jin-wha, 48, dari Incheon, sebuah kota yang berbatasan dengan Seoul.
"Saya tidak bisa percaya darurat militer benar-benar diberlakukan,” sambungnya.
Lee mengatakan dia berada di sana untuk "melindungi demokrasi kami, bukan hanya untuk kami, tetapi juga untuk anak-anak kami."
Kim Ene-sol, seorang pekerja restoran berusia 30 tahun, mengatakan dia "diliputi rasa takut" saat mendengar berita tersebut.
"Saya pikir saya harus menghentikannya, bahkan jika saya harus mempertaruhkan nyawa saya," katanya.
Dalam mengumumkan darurat militer, presiden menyebut oposisi, yang memiliki mayoritas di parlemen yang terdiri dari 300 anggota, sebagai "kekuatan anti-negara yang berniat menggulingkan rezim".
Seorang anggota parlemen oposisi mengatakan kepada AFP bahwa dia buru-buru menuju parlemen dengan taksi untuk memberikan suara menentang langkah tersebut - dan khawatir akan ditangkap di bawah kekuasaan baru yang luas dalam undang-undang tersebut.
"Yoon telah melakukan pemberontakan dengan deklarasi darurat militer," kata Shin Chang-sik.
Polisi bertahan di dalam area parlemen - siap untuk menangkap siapa saja yang mencoba memanjat pagar.
Shin mengatakan bahwa beberapa rekannya sesama anggota parlemen terpaksa memanjat pagar untuk memberikan suara pada resolusi tersebut karena pintu masuk telah disegel.
Resolusi tersebut akhirnya berhasil, memaksa Yoon untuk mengatakan bahwa dia akan mencabut darurat militer - yang menyebabkan kerumunan meledak dalam sorakan ketika berita itu tersebar.
Namun, perayaan itu diwarnai dengan ketidakpercayaan bahwa hal tersebut benar-benar terjadi.
Lim Myeong-pan, 55, mengatakan bahwa keputusan Yoon untuk mencabut darurat militer tidak membebaskannya dari kesalahan.
"Tindakan Yoon yang memberlakukan darurat militer tanpa alasan yang sah adalah kejahatan serius itu sendiri," tegas Lim.
"Dia telah membuka jalannya sendiri menuju pemakzulan dengan ini,” pungkas dia. (Antariska)
Baca juga: Tuduh Oposisi Bersimpati ke Korut, Presiden Korsel Umumkan Darurat Militer