Blinken Menuju Mesir, Upaya Lanjutan AS untuk Gencatan Senjata Gaza

Menlu AS Antony Blinken. (EFE/EPA)

Blinken Menuju Mesir, Upaya Lanjutan AS untuk Gencatan Senjata Gaza

Marcheilla Ariesta • 18 September 2024 14:35

Kairo: Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken berada di Mesir untuk melakukan pembicaraan pada Kamis, 19 September 2024. Kunjungan ini termasuk upaya untuk mencoba menemukan kemajuan dalam mencapai gencatan senjata antara Israel dan Hamas dalam perang di Gaza.

 

Jadwal Blinken mencakup pertemuan dengan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sissi dan Menteri Luar Negeri Badr Abdelatty.

 

Pembicaraan selama berbulan-bulan dengan pejabat AS, Mesir, dan Qatar yang menjadi mediasi belum menghasilkan kesepakatan yang cocok untuk Israel dan Hamas. Negosiasi difokuskan pada garis besar yang mencakup penghentian pertempuran dan pembebasan sandera yang masih ditahan oleh militan Hamas di Gaza.

 

AS belum memberikan jadwal untuk proposal yang direvisi, meskipun para pejabat telah mengindikasikan bahwa proposal tersebut akan segera diajukan.

 

“Kami terus terlibat dengan mitra kami di kawasan tersebut, khususnya dengan Mesir dan Qatar, tentang apa yang akan dimuat dalam proposal tersebut, dan memastikan atau mencoba melihat bahwa itu adalah proposal yang dapat membawa para pihak mencapai kesepakatan akhir,” ucap Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller, dilansir dari VOA, Rabu, 18 September 2024.

 

Dorongan untuk gencatan senjata dapat menjadi rumit karena serangkaian ledakan mematikan yang melibatkan pager yang digunakan oleh anggota kelompok militan Hizbullah di Lebanon.

 

Ledakan tersebut terjadi beberapa jam setelah Israel mengumumkan perluasan perangnya melawan Hamas dengan tujuan memungkinkan penduduk Israel utara untuk kembali ke rumah yang mereka evakuasi karena bentrokan antara pasukan Israel dan Hizbullah di sepanjang perbatasan Israel-Lebanon.

 

Hizbullah, sekutu Hamas, memulai serangan hampir setiap hari tak lama setelah perang di Gaza dimulai, yang memaksa puluhan ribu orang meninggalkan rumah mereka. Hizbullah, yang seperti Hamas didukung oleh Iran, telah mengatakan akan menghentikan serangan jika ada kesepakatan gencatan senjata untuk Gaza. 

 

Hizbullah adalah kelompok teroris yang ditetapkan AS. Hamas telah ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh AS, Inggris, UE, dan negara-negara Barat lainnya.

 

Pertemuan PBB

 

Di Perserikatan Bangsa-Bangsa, Majelis Umum pada Selasa membuka kembali pertemuan darurat tentang Gaza.

 

Delegasi Palestina telah meminta badan tersebut untuk membahas dan memberikan suara pada resolusi yang berupaya memaksa Israel untuk mengakhiri pendudukannya atas tanah Palestina dalam waktu 12 bulan dan menjatuhkan sanksi kepada mereka yang "terlibat dalam pemeliharaan keberadaan Israel yang melanggar hukum" di wilayah Palestina. 

 

Delegasi tersebut juga meminta negara-negara untuk "mengambil langkah-langkah" untuk mengakhiri pengiriman senjata ke Israel yang dapat digunakan di wilayah Palestina.

 

Delegasi tersebut mencoba membangun momentum dari opini penasihat yang dikeluarkan pada bulan Juli oleh pengadilan tinggi PBB, Mahkamah Internasional, yang menyatakan bahwa aneksasi dan pendudukan wilayah Palestina adalah melanggar hukum dan hukum serta kebijakan diskriminatif Israel terhadap warga Palestina "sama saja dengan kejahatan apartheid."

 

"Kami berkomitmen pada aturan hukum internasional dan perdamaian yang adil dan abadi di wilayah kami," kata utusan Palestina Riyad Mansour. 

 

"Ini mengharuskan memastikan bahwa aturan yang sama berlaku untuk semua. Tidak ada bias. Tidak ada standar ganda. Tidak ada pengecualian. Dan tidak ada pengecualian,” ucap Mansour.

 

Israel menolak opini pengadilan tersebut, dan duta besar mereka mendesak negara-negara untuk tidak mendukung resolusi yang diusulkan.

 

“Siapa pun yang mendukung sirkus ini adalah kolaborator,” kata Duta Besar Danny Danon dalam pertemuan tersebut. 

 

“Setiap suara yang Anda berikan untuk mendukung sirkus ini memicu kekerasan,” sambung Danon.

 

Amerika Serikat juga mendesak negara-negara untuk memberikan suara menentang tindakan tersebut.

 

“Tidak ada jalan ke depan atau harapan yang ditawarkan melalui resolusi ini hari ini,” kata Duta Besar Linda Thomas-Greenfield kepada majelis. 

 

“Penerapannya tidak akan menyelamatkan nyawa warga Palestina, membawa pulang para sandera, mengakhiri permukiman Israel, atau menghidupkan kembali proses perdamaian,” sambung dia.

 

Resolusi Majelis Umum tidak mengikat secara hukum, tetapi membawa beban bagi masyarakat internasional. Lebih dari 90 negara berencana untuk berbicara dalam debat tersebut dan pemungutan suara diharapkan akan dilakukan pada hari Rabu. Para pengamat memperkirakan tindakan tersebut akan diadopsi.

 

Hamas memicu konflik dengan serangannya pada bulan Oktober 2023 di Israel selatan yang menewaskan 1.200 orang dan menyebabkan penangkapan 250 sandera. Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 41.200 warga Palestina, jumlah korban tewas yang menurut Israel mencakup ribuan pejuang militan.

 

Baca juga: Tak Akan Menyerah, Pemimpin Hamas Yahya Sinwar Bertekad Lawan Israel dengan Perang Ketat

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Marcheilla A)