BRI berhasil menurunkan rasio kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) menjadi 2,90 persen per September 2024 (Foto:Dok.BRI)
Patrick Pinaria • 13 November 2024 11:39
Jakarta: PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) telah berhasil menurunkan rasio kredit bermasalahnya atau Non Performing Loan (NPL) menjadi 2,90 persen per September 2024. Angka tersebut lebih baik dari pada periode yang sama tahun sebelumnya, NPL BRI berada di posisi 3,07 persen.
Direktur Utama BRI Sunarso mengungkapkan tingkat kelancaran para debitur yang menurun atau downgrade juga telah berkurang. Secara kuartalan atau quarter on quarter (qoq), jumlah kredit yang downgrade menjadi "kurang lancar" dan "macet" telah berkurang sekitar Rp750 miliar.
Sunarso mengungkapkan bagaimana bank pelat merah itu berhasil mengelola kualitas asetnya menjadi lebih baik. Menurut Sunarso, ada beberapa cara yang ditempuh BRI dalam menurunkan tingkat NPL dan downgrade portfolio kredit.
"Pertama, adalah di
front end, bagian pemasaran kita tekankan untuk tetap menumbuhkan kredit namun selektif dan kita perketat
risk acceptance kriterianya dan juga proses
underwriting-nya dengan penerapan prinsip-prinsip
corporate governance yang lebih ketat," kata Sunarso pada segmen Money Talks Power Lunch CNBC Indonesia, Selasa, 5 November 2024.
Kemudian pada bagian
mid end, Sunarso menjelaskan portofolio kredit yang sudah di dalam neraca BRI itu harus dipersiapkan agar kualitas kreditnya terjaga. Caranya, dengan memperkuat monitoring, meningkatkan
risk awareness. Selain itu, secara periodik bank yang fokus pada pembiayaan UMKM itu melakukan
stress testing guna mengetahui arah gejolak dari portolio kreditnya.
Direktur Utama BRI Sunarso (Foto:Dok.BRI)
Ia melanjutkan pada
back end, yakni pada portfolio kredit macet yang sudah tak bisa diselamatkan, akan dilakukan restrukturisasi. "Kalau sudah tidak bisa dijaga, tetap jatuh, diapakan? Hal itu di
back end yang mengerjakan. Kemudian kita lakukan restrukrisasi, bahkan jika diperlukan kita lakukan
early restrukturisasi," ujar Sunarso.
Jika kredit yang sudah direstrukturisasi masih belum terpenuhi, ia mengatakan BRI akan mengakserasi proses
recovery.
"Hal ini sudah menjadi bisnis model di segmen mikro. Jadi di
front end memang harus agresif mencari muatan dan kemudian muatan itu dipilah, ada yang bisa ditahan dalam keadaan sehat, dan itu tugasnya
mid end," kata Sunarso.
"Tapi kemudian kalau yang enggak sehat dilempar ke belakang, di bagian
back end, dan
back end itu memang biasa melakukan restrukturisasi, kalau masih bisa punya harapan, dan kalau sudah tidak bisa diapakan-apakan lagi ya di
write off," katanya menambahkan.
Write off atau hapus buku kredit macet bakal dilakukan, namun penagihan tetap dilakukan. Sunarso mengatakan hasil dari penagihan itu adalah pendapatan dari
recovery.
"Karena sebenarnya, itu uang kita yang sudah kita cadangkan dan kita tarik balik. Makanya dalam bentuk pendapatan dari
recovery. Jadi bisnis model ini yang perlu dipahami oleh semua stakeholder," katanya.