Pada debat keempat yang digelar pada Minggu, 21 Januari 2024, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar tuai pujian (Foto:Dok)
Jakarta: Tiga calon wakil presiden (cawapres) telah rampung menyampaikan visi misi dan beradu gagasan mereka pada Debat Pilpres 2024. Pada debat keempat yang digelar pada Minggu, 21 Januari 2024, cawapres nomor urut 1, Muhaimin Iskandar tuai pujian. Sedangkan cawapres nomor urut 2 Gibran Rakabuming Raka mendapat banyak sorotan tajam di kalangan publik.
Debat keempat Pilpres 2024 atau debat terakhir cawapres digelar di Jakarta Convention Center (JCC). Adapun tema debat yang diusung, yakni pembangunan berkelanjutan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa.
Selama 120 menit berlangsung, debat pun berjalan menarik. Bukan hanya saling adu pemaparan visi misi dan janji kepada rakyat, debat ini dibumbui dengan saling 'serang' antar cawapres.
Situasi saling 'serang' antar cawapres rupanya sudah diprediksi Pakar Komunikasi Politik Effendi Gazali. Sebab, menurutnya, momen ini bisa terjadi karena para cawapres ingin tampil maksimal di debat terakhir cawapres ini.
"Sebetulnya di beberapa media sosial, saya sudah meramalkan debat ini akan all out karena debat cawapres terakhir. Yang nanti harus disempurnakan oleh para capres," kata Effendi dalam live event di Metro TV, Minggu, 21 Januari 2024.
Effendi menilai, debat cawapres ini sebetulnya sudah mulai memanas sejak debat perdana. Terutama sejak cawapres nomor 1, Muhaimin Iskandar mengeluarkan statement di awal. Saat itu, pria yang akrab disapa Cak Imin tersebut memberikan penilaian buruk terhadap food estate.
"Dari situ sudah mulai panas. Malah tadi saya sebutkan akan ada adegan dari paslon 1-2. Kebetulan, posisi berdirinya sama. Jadi yang dua akan memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada paslon satu. Nah, dari pembukaannya, kedua yang lain menanyakan food estate," lanjut Effendi.
Pada kesempatan itu, Effendi menjelaskan cawapres nomor urut 2 Gibran sempat unggul alias menguasai debat pada awal segmen. Namun, ia menilai performa sang Wali Kota Solo itu mulai menurun ketika memberikan gesture atau gimik setelah pembukaan. Sedangkan para cawapres lainnya, Muhaimin dan Mahfud MD mulai meningkat performanya.
"Tapi, sesudah itu, begitu mulai ada gimmick dan lain-lain, saya belum pernah lihat momen itu di seluruh dunia. Saya mohon maaf., ada debat capres dan cawapres seperti itu akhirnya kemudian mulailah yang lain menyusul. Saya bisa tunjukkan mana pertanyaan yang tidak bisa dijawab misalnya," kata Effendi.
Effendi pun menyayangkan sikap atau gimik yang ditunjukkan Gibran sepanjang debat ini. Menurutnya, putra Joko Widodo terlalu banyak memberikan gimik, bahkan lebih banyak ketimbang memberikan pernyataan-pernyataa substansi dalam debat.
"Gimmick-gimmick dari paslon dua is too much. Saya enggak tahu mudah-mudahan itu spontanitas saja. Karena ini dalam debat capres dan cawapres belum pernah terjadi di dunia. Kalau gimmick-gimmick soal pertanyaan greenflation menurut saya masih boleh. Tapi, ketika misalnya, dia menyinggung soal pemakaian botol plastik mestinya dijawab panitia yang menyediakan. Maksud saya gimmicknya jangan sampai ke sana," papar Effendi.
Sementara itu, Effendi memberikan apresiasi terhadap penampilan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD. Secara substansi, Mahfud dinilai bagus. Namun, menurutnya, Cak Imin tak kalah bagus dari sisi substansi.
"Karena itu, kembali kepada perhitungan-perhitungan saya berbasis pada substansi, Prof Mahfud juara malam ini. Karena jawabnya ilmiah dan berbasis pada pertanyaan. Di bawahnya Cak Imin, beda sedikit saja. Walaupun sampai setengah, saya mengagumi Gibran. Kemudian, dia mulai, mohon maaf, kalau saya agak ada sedikit istilah seperti tadi pagi itu saya kasih istilah bisa cenderung terpancing ofensif kalau orang terlalu semangat," jelasnya.
Sedikit berbeda dengan Effendi, Advokat dan Aktivis HAM dan Lingkungan Hidup Haris Azhar justru menilai ketiga cawapres tidak ada yang menonjol secara performa. Hanya, Cak Imin dianggap tampil cukup lepas saat memaparkan program-programnya.
"Kalau paslon satu karena membawa ide perubahan seolah-olah tidak ada beban, saya pikir jauh lebih lepas. Tapi, kalau tiga-tiganya semua menurut saya, masih saya lihat menyebutkan daftar saja yang dirumuskan menjadi satu kalimat-kalimat. Tapi, tidak ada yang mendalam," kata Haris.
"Jadi sebenarnya biasa saja ya. Susah buat saya menentukan siapa man of the match-nya," sambungnya.
Haris mengatakan, belum ada satu pun cawapres yang memberikan penjelasan lebih detil mengenai program mereka yang berkaitan tema-tema diberikan dalam debat ini. "Contoh reforma agraria. Contoh lagi soal deforestasi. Contoh lagi masyarakat adat," katanya.
"Saya mulai dari masyarakat adat. Beberapa jam lalu sebelum debat ini, masyarakat adat di Intan Jaya yang beberapa hari lalu menentang pembabatan hutan untuk tambang emas dibunuh. Tidak tahu siapa yang membunuh, tapi meninggal," jelasnya.
Perdebatan ini dinilai belum ada langkah konkret yang ingin disampaikan. Bahkan, hanya sekadar menyampaikan ingin mengesahkan Undang Undang.
"Lalu tiga-tiganya didukung oleh partai-partai yang ada di parlemen sibuk mengesahkan Undang Undang IKN, Undang Undang Omnibus, Undang Undang yang lain, tapi Undang Undang Perlindungan Masyarakat Adatnya, belum disahkan. Menurut saya basi nih tiga-tiganya. Omong kosong. Cuma lagi pantomin saja tadi di depan. Jadi menurut saya, enggak dalam ngebahas soal itu," tegas Haris.
Cak Imin Kuasai Panggung Debat, Etika Gibran Disorot
Sementara itu, Ekonom Senior INDEF, Fadhil Hasan melontarkan pujian terhadap penampilan terhadap Cak Imin dalam debat keempat Pilpres 2024 ini. Menurutnya, performa pria yang akrab disapa Cak Imin itu terbilang impresif karena memiliki penjelasan substantif dan ketenangan saat berdebat.
"Saya harus bilang Cak Imin two thumbs up. Dari sisi penampilan, pengendalian emosi, retorika, substansi, excellent buat saya. Dia beberapa kali dipancing sama Gibran. Tapi, dengan cool, dia membalikkan komentar Gibran," ujar Fadhil.
"Closing statement juga luar biasa. Saya berikan nilai 9,5. Saya justru pelit nilai. Untuk malam ini, Cak Imin harus saya akui penampilannya," sambungnya.
Lebih lanjut, Fadhil mengaku kecewa dengan penampilan cawapres nomor urut 3, Mahfud MD. Ia menilai penampilan Mahfud kurang maksimal pada debat keempat ini.
"Saya justru agak kecewa dengan penampilan Pak Mahfud. Dia seperti awkward, tapi bisa dimaklumi juga. Menurut saya, penilaiannya 7," kata Fadhil.
Adapun performa cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka dianggap buruk pada debat keempat ini. Mulai dari penjelasan serta etika dinilai tidak memuaskan.
"Kalau penampilan Gibran, saya beri lima. Coba saja lihat penampilan debatnya, tidak ada substansi, sangat artifisial, personal, dan enggak sopan," tutur Fadhil.
Fadhil juga menyoroti penjelasan Gibran saat closing statement yang menekankan soal hilirisasi. Padahal, hilirisasi menjadi sektor yang paling problematik di Tanah Air saat ini.
"Baru saja ada kecelakaan. Soal legal dan sebagai macamnya. Saya kira ini bukan sesuatu yang layak dijual," katanya.
Apresiasi tinggi terhadap performa Cak Imin juga diberikan Direktur Eksekutif ARSC Dimas Oky. Ia terkesan dengan materi yang diusung Cak Imin soal tobat ekologi saat closing statement.
"Etika lingkungan dan etika pembangunan. Ditambah etika kekuasaan. Artinya, Cak Imin luar biasa mampu mengkoneksikan berbagai isu dalam satu topik yang strategis seperti malam ini," kata Dimas.
"Bahwa dia tidak melepaskan dan dia sampaikan ke Gibran dalam nasehatnya bahwa ini kita bicara kepemimpinan, kita bicara kebijakan, bicara visi sebagai pemimpin bangsa. Menurut saya ini penting," lanjutnya.
Dimas menilai penampilan Cak Imin menunjukkan kualitas kapasitasnya. Ia menilai pengalamannya berpolitik membuat Cak Imin menguasai panggung debat.
Sementara itu, Dimas melontarkan kritik terhadap Gibran. Terutama soal etika dalam debat tersebut.
"Dalam hal ini menurut saya agak mengecewakan performanya Gibran. Karena ini persoalan etik. Lagi-lagi ini menjadi problem bagi Gibran," tutur Dimas.
Bahkan, penekanan Gibran soal hilirisasi dalam debat mendapat kritik dari Dimas. Ia menilai isu tersebut seharusnya sudah tak lagi dibahas dan tidak relevan lagi.
"Bahkan, dalam isu yang terkait dengan isu lingkungan hidup, ekonomi berkelanjutan, Gibran juga lagi-lagi secara konsisten menengahkan isu hilirisasi. Tidak ada empati dengan isu yang sedang dibahas hari ini. Tidak ada relevansinya," jelasnya.
"Kita bicara tentang sustainability dan kita tahu bahwa hilirisasi ini punya banyak problem di lapangan. Itu ada kaitannya dengan komitmen, governance, tata kelola di bawah, dan sebagainya. Itu merugikan," sambungnya.
Dimas juga menjelaskan, performa Gibran secara substansi lemah. Bahkan, normatif dan retorik.
"Gibran sangat lemah, sangat normatif dan retorik. Kedua, dalam penyampaian komunikasi artikulasi tidak sangat baik. Kemudian, dari segi pengendalian emosi itu mengingatkan saya seperti Pak Prabowo yang selalu mengatakan profesor di debat ketiga kemarin," jelasnya.
"Ketika secara sinikal, justru menyebut paslon nomor satu Anies Baswedan sebagai profesor dan seterusnya. Mereka sinis. Sinis bukan persoalan kebijakan. Kalau sinis soal kebijakan itu fine. Tapi, ini bicara soal personal," tutur Dimas.
Pakar Hukum Lingkungan Tim AMIN, Irvan Pulungan mengungkapkan rasa syukurnya usai melihat penampilan Cak Imin di debat keempat ini. Banyak hal substansial yang dijelaskan dengan baik oleh Muhaimin.
"Secara substansial menawarkan banyak hal untuk menghadapi krisis iklim. Itu salah satu isu generasional, anak-anak yang lahir tahun 90 ke bawah, yaitu menawarkan sesuatu yang konkret dan substansial," kata Irvan.
Bahkan, Irvan tak ragu menilai Cak Imin lebih unggul ketimbang dua cawapres lainnya. Sebab, materi yang dibahas perbedaannya cukup tajam.
"Di mana secara substansial Cak Imin lagi-lagi bicara konteks kita adalah menghadapi krisis iklim. Di dalamnya ada program tata kelola reforma agraria, tata kelola lingkungan, ada hak masyarakat yang tata kelolanya harus diperbaiki, ada tata kelola program-program PSN yang harus kita perbaiki seperti food estate dan giant sea wall. Jadi menawarkan sesuatu untuk menghadapi masalah bangsa yang kita hadapi sekarang," papar Irvan.
Pelajar Kritisi Program dan Soroti Pentingnya Beretika
Debat cawapres terakhir ini juga mendapat perhatian dari para pelajar di Indonesia. Termasuk Perhimpunan Pelajar Indonesia se-Dunia (PPID).
Salah satunya, wakil PPID bernama Arya Alya Mukti. Ia menyoroti etika cawapres dalam debat. Menurutnya, etika tetap lah penting diperhatikan saat menjabarkan visi misi agar bisa menjadi contoh yang baik untuk masyarakat.
"Debat kali ini berjalan sangat baik dengan tema yang sudah disediakan para cawapres ini sudah menjabarkan tentang visi misinya. Namun, yang perlu saya sampaikan adalah bagaimana seorang pemimpin dilihat masyarakatnya dan ditiru. Saya rasa yang perlu kita garis bawahi adalah bagaimana pemimpin bisa menjaga tingkah lakunya dan segala bentuk apa yang disampaikan," kata Arya.
"Memang betul debat adalah tentang bagaimana kita bisa menyampaikan gagasan dan tentunya gagasan mereka sudah sama-sama baik. Namun, juga dalam penyampaiannya kita harus juga memahami kita adalah orang Indonesia. Kita memiliki etika," lanjutnya.
Para pemimpin juga perlu mengedukasi masyarakat, bagaimana seharusnya bisa menyampaikan gagasan dengan baik sehingga masyarakat bisa memahami agar bisa menyampaikan hal serupa seperti pemimpin saya lakukan.
"Jadi ini tidak hanya tentang yang muda ke tua atau tua ke muda. Ini berlaku untuk semua," tuturnya.
Sementara itu, perwakilan PPID lainnya, Ray Abraham juga mengaku belum puas dengan debat hari ini. Menurutnya, para cawapres belum banyak membahas hal detil soal program kerja yang berkaitan dengan lingkungan.
"Pertama, perkembangan pembahasan di debat cukup tidak progresif dan stagnan dan pembahasannya itu-itu saja. Bahkan, sampai tanya jawab penjelasannya pun masih berkutat pada hal-hal yang sudah disampaikan pada visi misi program kerja di segmen pertama," katanya.
"Ada banyak sekali hal yang bisa dieksplor. Pertama, yang kita ekspektasikan wadas atau tentang masalah El Nino atau masalah komitmen Indonesia tentang Nationally Determinded Contribution, dan lain sebagainya," sambungnya.
Ada banyak sekali masalah-masalah lingkungan hidup berkelanjutan, sustainability yang bisa dibahas. Mulai dari transisi dari plastik menjadi nonplastik atau bagaimana membawa komunitas-komunitas anak muda pada perubahan-perubahan keberlanjutan itu.
"Bagaimana kondisi lingkungan, misalnya, transisi energi, apa yang harus dilakukan karena memang harganya sangat mahal. Menurut saya praktik-praktik yang bisa dijelaskan sebagai strategi setiap paslon itu yang paling penting. Karena kita sebagai masyarakat dan terutama generasi muda yang kritis ini mau melihat langkahnya itu sebenarnya secara konkret seperti apa sih?" kata Ray.