Tokoh sayap kanan Belanda yang anti-Islam Geert Wilders. Foto: EFE-EPA
Medcom • 16 May 2024 13:50
Den Haag: Pemimpin sayap kanan Belanda, Geert Wilders mengatakan, pertengkaran para politisi mencapai kesepakatan mengenai pemerintahan koalisi.
Kesepakatan tersebut terjadi setelah enam bulan Wilders memenangkan pemilihan umum yang menakjubkan sehingga dirinya tidak akan menjadi perdana menteri.
“Kami memiliki kesepakatan perundingan,” kata Wilders yang enggan setuju untuk melepaskan mimpinya dalam memimpin negara dengan perekonomian terbesar kelima di Eropa yang meluasnya kegelisahan atas pandangannya yang anti-Islam dan anti-Eropa.
Selain itu, belum ada kejelasan sosok yang akan menjadi perdana menteri untuk memimpin pemerintahan koalisi sayap kanan dan menggantikan Mark Rutte yang hampir pasti akan ditunjuk sebagai Sekretaris Jenderal NATO yang baru.
“Diskusi mengenai perdana menteri akan diadakan di lain waktu,” jelas Wilders kepada wartawan, seperti dikutip Digital Journal, Kamis 16 Mei 2024.
Namun, pesaing utama Mantan Menteri Pendidikan dan Dalam Negeri Ronald Plasterk tampak juga memainkan peran penting dalam mengawasi perundingan awal.
Saat ini, para pihak harus membawa perjanjian tersebut kembali ke anggota parlemen mereka untuk diskusi lebih lanjut. Rincian kesepakatan itu tidak segera tersedia.
Pada Maret, keempat partai sepakat untuk membentuk pemerintahan yang sebagian teknokratis terdiri dari 50 persen politisi dan 50 persen dari luar politik.
Terakhir kali, Belanda memiliki pemerintahan ahli seperti itu pada 1918 dan tidak ada kejelasan keberadaan pemerintahan tersebut akan berjalan lebih dari 100 tahun kemudian.
Setelah pembicaraan maraton, Wilders mengatakan hal ini akan menjadi hari bersejarah apabila Partai untuk Kebebasan (PVV) yang dia pimpin mengambil bagian dalam pemerintahan Belanda untuk pertama kalinya.
Terkadang, Wilders dijuluki sebagai ‘Trump Belanda’ telah melunakkan beberapa posisi kebijakannya, tetapi manifesto pemilunya masih menyerukan pelarangan terhadap Al-Qur’an dan masjid.
Setelah meraih kemenangan pemilu mengejutkan, Wilders diunggulkan untuk menjadi PM sayap kanan pertama di negara itu. Namun, setidaknya salah satu mitra koalisinya mengancam akan menggagalkan kesepakatan dalam kasus tersebut.
“Jangan lupa: Saya akan menjadi perdana menteri Belanda suatu hari nanti. Dengan dukungan lebih banyak orang Belanda,” tutur Wilders setelah enggan menyingkir.
“Kalau tidak besok, lusa karena suara jutaan warga Belanda akan didengar!” tegasnya.
Pembicaraan koalisi antara PVV yang dipimpin Wilders, Partai Petani (BBB), VVD liberal, dan Partai Anti-Korupsi Baru (NSC) berakhir dengan perpecahan dan tidak terbantu oleh kecaman dari semua pihak di media sosial.
Pada Februari, Ketua NSC Pieter Omtzigt tiba-tiba keluar dari perundingan tersebut dengan alasan ketidaksepakatan mengenai keuangan publik. Namun, ia juga diketahui memiliki kekhawatiran besar terhadap kebijakan Wilders yang lebih ekstrem. (Theresia Vania Somawidjaja)