Ilustrasi. Foto: Dokumen Vale Indonesia.
Husen Miftahudin • 19 July 2023 19:27
Jakarta: Pemerintah sedang menyusun rencana divestasi saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO) seiring dengan berakhirnya kontrak karya perusahaan itu pada 2025. Untuk menjaga kelangsungan bisnisnya, emiten tambang itu harus memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari pemerintah.
Selama ini, bijih nikel hanya dapat diolah di dalam negeri menjadi bentuk setengah jadi seperti feronikel dan nikel pig iron. Kemudian, produk tersebut diekspor langsung ke negara tujuan untuk diolah menjadi produk industrialisasi, yang tentunya memberikan keuntungan berlipat ganda bagi negara tujuan.
Indonesia saat ini bermimpi untuk mewujudkan program hilirisasi yang telah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo. Presiden telah memerintahkan penguatan hilirisasi industri pertambangan, terutama nikel.
Targetnya adalah bijih nikel, atau nickel ore, dapat diolah di Indonesia menjadi barang jadi, yaitu sebagai bahan utama produksi baterai. Langkah tersebut kemudian disertai dengan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel pada 2020.
"Tahun kemarin kita kalah digugat oleh Uni Eropa. Tapi saya sampaikan pada menteri jangan juga berhenti. Lawan! Sehingga kita banding, gak tau kalau nanti banding kalah lagi. Tapi kalau kita belok, jangan berharap negara ini menjadi negara maju," ujar Presiden Jokowi dalam acara Pembukaan Muktamar XVII PP Pemuda Muhammadiyah, dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 19 Juli 2023.
Dorong hilirisasi nikel demi nilai tambah
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kesempatan pemerintah untuk mengendalikan Vale akan berpengaruh pada integrasi antara sektor tambang nikel dengan smelter di Indonesia, khususnya melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pemerintah harus menjadi pemegang saham pengendali (PSP) di PT Vale Indonesia Tbk. Bhima menilai, ini menjadi momentum penting dalam mendorong hilirisasi nikel di dalam negeri untuk mendapatkan nilai tambah bagi negara.
"Dengan proses tersebut, akan ada integrasi yang memunculkan rantai pasok utuh dari nikel," kata Bhima terpisah.
Ia mengatakan, pemerintah masih menyusun rencana terkait divestasi Vale Indonesia seiring dengan berakhirnya kontrak karya perusahaan itu pada 2025. Untuk menjaga kelangsungan bisnisnya, emiten tambang itu perlu memperoleh Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dari negara.
Masih dimiliki asing
Saat ini, BUMN Tambang MIND ID baru memiliki saham Vale sebesar 20 persen. Sementara itu, Vale Canada Limited, sebagai pengendali Vale, masih memegang 43,79 persen saham.
Selanjutnya, Sumitomo Metal Mining Co, Ltd. memiliki saham sebesar 15,03 persen, diikuti oleh investor dengan kepemilikan di bawah dua persen. Vale juga telah melepas 20,37 persen sahamnya ke Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode saham INCO. Belakangan diketahui lebih dari 60 persen saham yang terdaftar di BEI ini dimiliki oleh pihak asing.
Melihat hal ini, dapat dipastikan, kepemilikan Vale Indonesia berada di tangan asing. Representasi kepemilikan Pemerintah Indonesia terhadap perusahaan tambang asing yang telah beroperasi lebih dari 50 tahun di Sulawesi ini memiliki pengaruh yang kecil, bahkan di masa depan dapat menghambat program hilirisasi Nasional.
Menurut Bhima, saat ini proses hilirisasi nikel masih belum selesai. Mayoritas hasil pengolahan di dalam negeri masih berbentuk setengah jadi, sehingga penerimaan negara belum maksimal. "Ini adalah kesempatan bagi pemerintah untuk mengintegrasikan hulu dan hilir nikel," sebutnya.
Upaya pemerintah untuk menguasai Vale Indonesia dengan hak pengelolaan nampaknya sedikit alot ketika MIND ID sebagai BUMN Holding tambang merasa kurang strategis jika hanya menambah kepemilikan saham tanpa hak pengendalian dan konsolidasi keuangan.
Meskipun sebagian besar stakeholder di negeri ini meyakini, dengan hak pengelolaan tersebut akan memberikan dampak besar bagi penerimaan negara, karena rantai bisnis pengolahan nikel mentah kini dapat diolah menjadi barang industrialisasi berupa baterai cell dan bahkan baterai pack dengan adanya Indonesia Battery Corporation (IBC) yang siap menjadi lokomotif Pabrik Baterai di Indonesia dengan kepemilikan saham Pertamina, PLN, Antam, dan Inalum.