Fakta-fakta Jurus BEI Selamatkan Pasar Modal dari Gempuran Tarif Trump

Ilustrasi perdagangan saham di BEI. Foto: dok MI/Susanto.

Fakta-fakta Jurus BEI Selamatkan Pasar Modal dari Gempuran Tarif Trump

M Rodhi Aulia • 8 April 2025 13:05

Jakarta: Pasar modal Indonesia kembali diuji. Kali ini bukan hanya oleh sentimen domestik, tetapi oleh tekanan global yang datang dari Negeri Paman Sam. Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara mengejutkan menaikkan tarif impor terhadap produk asal Indonesia hingga 32 persen. Kebijakan ini menjadi pukulan berat bagi stabilitas ekonomi dan psikologi pasar, termasuk kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sempat melemah hingga 9 persen.

Sebagai garda depan pengelolaan pasar modal nasional, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) tak tinggal diam. Sang nakhoda, Direktur Utama Iman Rachman, langsung merumuskan lima jurus penyelamatan untuk menjaga daya tahan bursa Indonesia dari dampak perang dagang. 

Mulai dari membuka peluang produk-produk baru, memperkuat sistem perdagangan, hingga mendorong IPO berkualitas dan melakukan langkah-langkah taktis demi meredam gejolak.

Apa saja lima langkah strategis tersebut? Simak fakta-fakta menarik berikut ini:

1. Diversifikasi Produk: Dari Structured Warrant hingga Kontrak Berjangka Asing

Langkah pertama yang diambil BEI adalah membuka lebih banyak pintu bagi produk-produk baru yang bisa diperdagangkan di pasar modal. Tujuannya jelas: memberikan fleksibilitas bagi investor, meningkatkan kedalaman pasar, dan mengurangi ketergantungan terhadap saham konvensional.

“Kami melakukan diversifikasi mulai dari produk, termasuk structured warrant, single stock futures, hingga KBI kontrak berjangka asing,” kata Direktur Utama BEI Iman Rachman dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 8 April 2025.

Dengan kehadiran produk seperti structured warrant dan single stock futures, investor akan memiliki lebih banyak instrumen yang bisa dimanfaatkan untuk lindung nilai atau strategi diversifikasi portofolio di tengah ketidakpastian global.

2. Dorong Lonjakan Likuiditas Lewat Teknologi Perdagangan

Dalam kondisi pasar yang rentan gejolak, kemampuan sistem perdagangan dalam menampung lonjakan transaksi menjadi sangat krusial. BEI menyadari pentingnya penguatan infrastruktur teknologi agar bisa memfasilitasi lonjakan volume perdagangan yang bisa terjadi kapan saja.

Sistem yang dipersiapkan ini dipercaya mampu menampung lonjakan aktivitas perdagangan hingga tiga kali lipat, menciptakan kelancaran transaksi dan menjaga kepercayaan pelaku pasar.

3. Fokus IPO Berkualitas: Gaet Perusahaan Lighthouse di Atas Rp3 Triliun

Tak hanya soal produk baru, BEI juga menaruh perhatian besar terhadap kualitas perusahaan yang melantai di bursa. Fokus diarahkan untuk mendatangkan emiten-emiten besar dengan fundamental kuat agar menjadi pilar kokoh bagi IHSG.

“Kita terus berusaha untuk makin banyak IPO-IPO yang berkualitas, dengan size (aset) yang cukup besar, di mana yang dikatakan lighthouse, yaitu market cap-nya yang atas Rp 3 triliun," kata Iman.

Perusahaan "lighthouse" ini diharapkan bisa menjadi penarik minat investor institusi dan mendorong kapitalisasi pasar yang lebih stabil di tengah badai eksternal.

4. Rem Darurat: Penyesuaian ARB, Buyback, hingga Trading Halt

Untuk menjaga stabilitas pasar dalam jangka pendek, BEI juga mengaktifkan sejumlah mekanisme perlindungan investor. Ini termasuk penyesuaian batas auto rejection bawah (ARB), penerapan trading halt, serta pelonggaran aturan buyback saham tanpa perlu RUPS.

Kebijakan ini memberi ruang bagi emiten untuk menstabilkan harga sahamnya, sekaligus mencegah kepanikan massal yang bisa berujung pada aksi jual besar-besaran dalam waktu singkat. 

5. Siaga Terhadap Risiko Suku Bunga dan Ketidakpastian Global

Terakhir, BEI menegaskan bahwa pihaknya terus memantau dinamika global—terutama risiko dari kebijakan resiprokal tarif yang diberlakukan oleh AS, yang dinilai bisa memicu inflasi global dan kenaikan suku bunga.

“Kondisi makro ekonomi yang kita yakini masih baik secara fundamental, emiten kita juga masih baik. Secara global adanya peningkatan risiko yang ditempatkan pada resiprokal tarif AS sehingga ini dinilai bisa memicu inflasi sehingga terbuka potensi untuk suku bunga lebih tinggi di AS dan ketidakpastian yang terjadi dari kondisi tersebut,” kata Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik dalam kesempatan yang sama.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(M Rodhi Aulia)