Pakar Hukum Sebut Korupsi dan Pailit di Sritex Bisa Diusut Bersamaan

Kejaksaan Agung. Dok Media Indonesia.

Pakar Hukum Sebut Korupsi dan Pailit di Sritex Bisa Diusut Bersamaan

Al Abrar • 1 June 2025 15:18

Jakarta: Pakar hukum Universitas Brawijaya, Aan Eko Widiarto, mendukung langkah Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut tuntas dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Menurutnya, penyidikan pidana oleh Kejagung tetap bisa berjalan meski perusahaan tersebut tengah menjalani proses pailit di ranah perdata.

“Pailit dan korupsi adalah dua hal berbeda. Pailit merupakan perkara perdata, sementara korupsi menyangkut ranah pidana. Namun keduanya bisa berjalan bersamaan,” kata Aan saat dihubungi, Minggu 1 Juni 2025. 

Aan menilai proses hukum pidana tetap harus dijalankan jika dalam kepailitan terdapat indikasi niat jahat, seperti dugaan korupsi yang kini sedang diselidiki Kejagung dalam kasus Sritex.

“Kalau kepailitan itu terjadi karena adanya unsur pidana, maka pidananya wajib diusut. Apa yang dilakukan Kejaksaan Agung sudah tepat untuk membongkar indikasi tindak pidana dalam kasus ini,” tegasnya.

Ia menambahkan, jika aparat penegak hukum tidak segera menindaklanjuti kasus dugaan korupsi tersebut, hal itu bisa berdampak lebih luas, termasuk kerugian bagi para pekerja dan negara.

“Kalau tidak ditegakkan, bisa menimbulkan kerugian lebih besar. Apalagi jika ada niat jahat menjadikan perusahaan pailit sebagai modus. Maka harus ada pertanggungjawaban,” ujar Aan.

Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit ke Sritex. Mereka adalah Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020, Dicky Syahbandinata; Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020, Zainuddin Mappa; serta Direktur Utama Sritex periode 2005–2022, Iwan Setiawan Lukminto.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, mengungkapkan penyidik tengah mendalami aliran dana kredit senilai Rp692 miliar yang diterima Sritex. Kredit itu seharusnya digunakan sebagai modal kerja, namun diduga dipakai untuk keperluan lain.

“Sekarang yang didalami adalah apakah dana itu dipakai untuk kepentingan perusahaan atau pribadi. Namun, sekalipun digunakan untuk membayar utang perusahaan, hal itu tetap tidak dibenarkan karena bertentangan dengan peruntukan dalam kontrak kredit,” ujar Harli, Sabtu 24 Mei 2025.

Menurut Harli, penyimpangan dalam penggunaan dana itulah yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dan menjadi dasar penyidikan dugaan tindak pidana korupsi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Al Abrar)