Kardinal Angelo Becciu secara resmi mengundurkan diri dari konklaf. Foto: EFE-EPA
Vatikan: Kardinal Angelo Becciu secara resmi mengundurkan diri dari keikutsertaannya dalam konklaf yang akan memilih Paus baru pada 7 Mei mendatang, mengakhiri drama berhari-hari yang membayangi transisi kepemimpinan Gereja Katolik pasca wafatnya Paus Fransiskus.
Dalam pernyataan tertulis yang dirilis melalui tim kuasa hukumnya pada Selasa, Becciu menyatakan bahwa keputusannya didasari oleh niat untuk menjaga kesatuan dan ketenangan dalam proses pemilihan.
“Demi kebaikan Gereja yang saya layani dengan kesetiaan dan cinta, serta demi mendukung komunikasi dan ketenangan dalam konklaf, saya memutuskan untuk menaati kehendak Paus Fransiskus dengan tidak masuk ke dalam konklaf, sambil tetap yakin akan ketidakbersalahan saya,” tulisnya, seperti dikutip Korea Herald, Jumat 2 April 2025.
Langkah ini menyusul tekanan dari dalam Vatikan, termasuk laporan harian Domani yang menyebut bahwa Becciu sempat diberikan dua surat dari Paus Fransiskus sebelum wafatnya, yang menyatakan bahwa ia seharusnya tidak berpartisipasi dalam konklaf.
Dari elit Vatikan ke vonis pidana
Becciu, dulunya merupakan salah satu pejabat tertinggi di Kuria Roma dan pernah disebut-sebut sebagai calon paus potensial. Namun kariernya runtuh pada 2020 ketika Paus Fransiskus memaksanya mengundurkan diri dari jabatannya sebagai prefek Kongregasi untuk Penggelaran Santo dan melepaskan “hak-hak yang terikat pada kardinalat” karena dugaan penyalahgunaan dana
Vatikan.
Pada Desember 2023, ia divonis bersalah atas dakwaan penipuan dan penggelapan terkait investasi properti mewah di London dan dijatuhi hukuman 5,5 tahun penjara oleh pengadilan pidana Vatikan. Becciu membantah semua tuduhan dan kini sedang mengajukan banding, yang dijadwalkan mulai pada September.
Meskipun secara teknis Becciu masih berusia di bawah batas 80 tahun untuk pemilih paus, statistik resmi Vatikan mencatatnya sebagai “non-elektor.” Hal ini berarti bahwa secara administratif, Vatikan memang tidak menganggapnya memiliki hak suara sejak awal.
Kasus Becciu kerap disebut sebagai “pengadilan abad ini” di Vatikan, tidak hanya karena skalanya, tetapi juga karena dugaan campur tangan langsung dari Paus sendiri.
Dalam prosesnya, pengadilan mengungkap bahwa Paus Fransiskus secara pribadi menerbitkan empat dekret rahasia untuk mendukung jaksa, termasuk izin penyadapan dan penahanan tanpa surat perintah hakim.
Pembela Becciu dan terdakwa lainnya menuding sistem hukum Vatikan melanggar prinsip peradilan yang adil, karena Paus memegang kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif secara mutlak. Mereka juga mengklaim bahwa saksi kunci dalam kasus tersebut dipengaruhi oleh pihak luar dan diarahkan untuk memberikan kesaksian memberatkan.
Meskipun tudingan ini ditolak pengadilan, munculnya bukti baru soal manipulasi saksi dan dugaan kolusi antara jaksa, polisi Vatikan, dan penasihat eksternal terus memicu perdebatan tentang integritas proses hukum.
Dampak terhadap konklaf
Secara resmi, pengunduran diri Becciu tidak mengubah jumlah pemilih dalam konklaf karena sejak awal ia tak dihitung sebagai elektor. Namun, langkah ini tetap signifikan secara simbolis.
Dari 135 kardinal yang semestinya menjadi pemilih, dua lainnya juga telah mengundurkan diri karena alasan kesehatan, menyisakan 133 kardinal yang akan masuk Kapel Sistina pekan depan.
Kendati telah dikecualikan secara administratif, keterlibatan Becciu dalam pertemuan pra-konklaf hingga hari Senin lalu sempat menimbulkan kekhawatiran akan pengaruh politik dalam pemilihan paus baru.
Sebagai figur dari kubu konservatif yang naik daun pada masa Paus Benediktus XVI, Becciu dipandang sebagai sosok yang mungkin akan mendorong balik reformasi yang dicanangkan oleh Fransiskus.
Kini, dengan mundurnya Becciu, Gereja Katolik menghindari potensi perpecahan lebih lanjut dalam salah satu momen terpenting dalam sejarahnya.
(Muhammad Reyhansyah)