Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina muncul sebagai salah satu kandidat kuat dalam konklaf pemilihan Paus. Foto: Vatican News
Vatikan: Kardinal Luis Antonio Tagle dari Filipina muncul sebagai salah satu kandidat kuat dalam konklaf pemilihan Paus yang akan dimulai Rabu, 7 Mei 2025. Dijuluki “Fransiskus Asia” karena gaya kepemimpinannya yang sederhana dan dekat dengan rakyat kecil, Tagle dipandang sebagai simbol kesinambungan visi Paus Fransiskus.
Sebagai mantan Uskup Agung Manila yang kini mengepalai Dikasteri Evangelisasi Vatikan, Tagle memiliki pengalaman luas dalam memimpin gereja di negara berkembang. Jika terpilih, ia akan menjadi Paus pertama dari Asia dalam era modern, menandai pergeseran pusat gravitasi Gereja Katolik.
Profil dan visi kepemimpinan
Tagle dikenal dengan pendekatan pastoralnya yang hangat dan kemampuan menjembatani berbagai kelompok dalam Gereja.
“Dia benar-benar seperti
Paus Fransiskus dalam hal cintanya kepada orang miskin, mudah didekati, dan sebagainya,” ujar Pastor Emmanuel Alfonso, rekan lama Tagle, dikutip dari
Asia One, Rabu, 7 Mei 2025.
Kemampuannya berbahasa Italia, Inggris, dan Spanyol menjadi nilai tambah bagi komunikasi global.
Meski demikian beberapa pihak mempertanyakan pengalaman administratifnya menyusul insiden pencopotannya dari kepemimpinan Caritas Internationalis tahun 2022. Namun, para pendukungnya menegaskan bahwa perannya saat itu lebih bersifat seremonial dan tidak terkait langsung dengan masalah manajemen.
Dukungan dan tantangan
Tagle mendapatkan dukungan luas dari kardinal yang menginginkan kesinambungan reformasi Fransiskus. Kunjungannya bersama Fransiskus ke Filipina tahun 2014 yang menarik 7 juta umat menjadi bukti popularitasnya. Latar belakang teologinya yang kuat di bawah bimbingan Paus Benediktus XVI juga menjadi pertimbangan penting.
Di sisi lain, usia Tagle yang relatif muda, 67 tahun, untuk standar kepausan bisa menjadi pertimbangan tersendiri. Beberapa kardinal mungkin lebih memilih kandidat dengan masa kepemimpinan yang tidak terlalu panjang. Pemilihan ini akan menjadi ujian bagi masa depan Gereja di tengah perubahan demografi umat Katolik dunia yang semakin bertumbuh di luar Eropa.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)