Topi Paus akan digunakan oleh sosok baru pemimpin Gereja Katolik. Foto: Vatican News
Vatikan City: Para kardinal bersiap menghadapi konklaf pada 7 Mei 2025 untuk memilih paus baru yang diharapkan mampu menyatukan Gereja Katolik yang semakin terpecah. Pemilihan ini menjadi penting setelah meninggalnya Paus Fransiskus pada 21 April lalu, yang selama kepemimpinannya mendorong reformasi progresif namun mengalami penolakan dari faksi konservatif.
“Gereja tidak pernah terpecah seperti sekarang dalam 50 tahun terakhir,” ujar Marco Politi, analis Vatikan terkemuka, dikutip dari Anadolu, Senin, 5 Mei 2025.
Ia menekankan bahwa paus baru harus mampu menjembatani perbedaan antara faksi reformis dan konservatif, sekaligus melanjutkan warisan Fransiskus yang progresif namun tetap menjaga persatuan Gereja.
Proses pemilihan dan kandidat potensial
Konklaf kali ini diwarnai spekulasi mengenai beberapa nama kuat seperti Kardinal Pietro Parolin, Sekretaris Negara Vatikan, dan Kardinal Matteo Maria Zuppi dari Italia. Para kardinal harus mencapai konsensus mengenai prioritas Gereja sebelum menentukan pilihan.
Jurnalis Vatikan Giovanna Chirri memprediksi proses pemilihan mungkin berlangsung 3-4 hari. “Jika mereka berhasil mencapai kesepakatan tentang isu-isu yang akan dibahas, maka mereka dapat dengan cepat menemukan sebuah nama,” ujar Chirri.
Hasil konklaf ini akan menentukan masa depan 1,3 miliar umat Katolik di tengah meningkatnya polarisasi internal.
Pilihan para kardinal akan memiliki implikasi luas bagi posisi Gereja di panggung internasional. Isu-isu seperti transparansi keuangan Vatikan dan pendekatan terhadap masalah sosial modern menjadi perhatian utama dalam pertimbangan mereka.
Para ahli menekankan pentingnya kepemimpinan yang dapat merekatkan perpecahan tanpa meninggalkan semangat pembaruan. Keputusan konklaf ini akan menjadi penentu arah Gereja Katolik dalam menghadapi tantangan abad ke-21.
(
Muhammad Adyatma Damardjati)