Finlandia selama delapan tahun berturut dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia. Foto: Visit Finland
Helsinki: Finlandia kembali dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia untuk tahun kedelapan secara berturut-turut, berdasarkan World Happiness Report 2025 yang dirilis oleh Wellbeing Research Centre di Universitas Oxford pada Kamis 20 Maret 2025. Bagaimana dengan Indonesia?
Negara-negara Nordik lainnya juga tetap menempati posisi teratas dalam laporan tahunan tersebut. Denmark, Islandia, dan Swedia secara konsisten berada di peringkat kedua, ketiga, dan keempat dalam daftar kebahagiaan global.
Faktor di balik kebahagiaan Negara Nordik
Peringkat dalam laporan ini didasarkan pada penilaian individu terhadap kehidupan mereka sendiri. Penelitian dilakukan bekerja sama dengan lembaga analitik Gallup dan UN Sustainable Development Solutions Network.
Jon Clifton, CEO Gallup, menegaskan bahwa kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh kekayaan atau pertumbuhan ekonomi.
"Kebahagiaan bukan sekadar tentang kekayaan atau pertumbuhan, melainkan tentang kepercayaan, koneksi sosial, dan keyakinan bahwa ada orang yang akan mendukung Anda," ujar Clifton, seperti dikutip
Irish Examiner, Kamis 20 Maret 2025.
Menurut para peneliti, faktor sederhana seperti makan bersama, memiliki dukungan sosial yang dapat diandalkan, dan ukuran rumah tangga mempengaruhi tingkat kebahagiaan seseorang. Di Meksiko dan Eropa, misalnya, rumah tangga dengan empat hingga lima anggota dilaporkan memiliki tingkat kebahagiaan tertinggi.
Keyakinan pada kebaikan orang lain
Laporan ini juga mengungkapkan bahwa kepercayaan terhadap kebaikan orang lain memiliki hubungan yang lebih kuat dengan kebahagiaan daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Sebagai contoh, individu yang percaya bahwa dompet mereka akan dikembalikan jika hilang cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi. Negara-negara Nordik menjadi yang teratas dalam hal harapan dan kenyataan terkait pengembalian dompet yang hilang.
Peneliti juga mencatat bahwa secara global, masyarakat cenderung terlalu pesimistis terhadap kebaikan komunitas mereka. Faktanya, tingkat pengembalian dompet yang hilang dua kali lipat lebih tinggi daripada ekspektasi orang pada umumnya.
Penurunan kebahagiaan di beberapa negara
Meski negara-negara Eropa mendominasi 20 besar dalam peringkat kebahagiaan, ada beberapa pengecualian menarik.
Israel, meskipun mengalami konflik bersenjata dengan Hamas, menempati posisi kedelapan. Sementara itu, Kosta Rika dan Meksiko masuk dalam 10 besar untuk pertama kalinya di peringkat keenam dan kesepuluh.
Di antara negara-negara Asia Tenggara, Thailand berada di posisi ke-49, Filipina di posisi ke-57, Malaysia di posisi ke-64, dan Indonesia di posisi ke-83.
Sementara Singapura turun empat peringkat ke posisi ke-34 dalam studi global yang menilai indeks kebahagiaan dari 147 tempat di seluruh dunia.
Di sisi lain, Amerika Serikat mencatatkan penurunan signifikan dengan berada di posisi ke-24, yang merupakan peringkat terendah sejak laporan pertama dirilis. Sebagai perbandingan, pada 2012, AS berada di posisi ke-11. Laporan ini mencatat bahwa jumlah orang yang makan sendirian di AS meningkat sebesar 53?lam dua dekade terakhir, yang berkontribusi pada menurunnya kebahagiaan.
Inggris juga mengalami penurunan kebahagiaan, menempati peringkat ke-23 dengan rata-rata evaluasi hidup terendah sejak laporan 2017.
Di peringkat terbawah, Afghanistan kembali menjadi negara paling tidak bahagia di dunia, diikuti oleh Sierra Leone di Afrika Barat dan Lebanon. Laporan tersebut menyoroti bahwa perempuan di Afghanistan melaporkan kesulitan hidup yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok lainnya.
Krisis dukungan sosial dikalangan sanak muda
Temuan lain yang menjadi perhatian utama adalah menurunnya dukungan sosial di kalangan generasi muda secara global. Pada 2023, sekitar 19% orang dewasa muda di seluruh dunia mengaku tidak memiliki seseorang yang dapat mereka andalkan, meningkat 39% dibandingkan 2006.
Laporan ini menyusun peringkat berdasarkan penilaian hidup yang dikumpulkan dari 2022 hingga 2024. Para ahli dari berbagai disiplin ilmu, seperti ekonomi, psikologi, dan sosiologi, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan, termasuk PDB per kapita, harapan hidup yang sehat, dukungan sosial, rasa kebebasan, kedermawanan, dan persepsi terhadap korupsi.
(Muhammad Reyhansyah)