Ilustrasi SPBU. Foto- Pertamina.
Jakarta: Keresahan masyarakat semakin meluas setelah Kejaksaan Agung mengungkap dugaan korupsi tata kelola BBM di Pertamina. Banyak warga yang merasa ditipu setelah mengetahui bahwa Pertamax yang mereka beli ternyata diduga bukan murni RON 92, melainkan hasil pencampuran. Di media sosial, netizen ramai mengeluhkan bahwa performa kendaraan mereka terasa berbeda meskipun sudah mengisi bahan bakar yang lebih mahal.
"Ternyata sejak beberapa tahun terakhir, bensin Pertamax (RON 92) itu aslinya Pertalite (RON 90) yang dioplos.
Cara ngoplosnya? Di-blending di depo/storage dan dikasih bahan aditif tertentu, untuk kemudian dijual sebagai Pertamax.
Selain itu produksi kilang minyak di Indonesia sengaja diturunkan supaya dibolehkan untuk impor dari luar negeri. Pengadaannya di-mark up sebesar 13-15%.
Total kerugian negara dari korupsi ini mencapai Rp 193,7 triliun.
Udah gila. Yang rugi siapa? Kita-kita juga," tulis salah satu pengguna di platform X.
"Ini paling GONG sih, serius rakyat di giniin? Pertamax rasa pertalite," kata netizen lainnya.
"Kalau beli BBM di pinggir jalan pasti karena kepepet dan udah asumsi eceran gini pasti dioplos. pasrah aja.
tapi bayangin, beli Pertamax resmi di SPBU ternyata malah dioplos 'perusahaan negara'. bisa apa? pasrah juga," kata netizen lainnya.
Keresahan ini mencuat usai Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah pejabat Pertamina sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembelian Ron 92 (Pertamax) di PT Pertamina (Persero). Mereka diduga melakukan pembelian bahan bakar dengan RON lebih rendah seperti Ron 90 (Pertalite), lalu mencampurnya di depo agar menjadi RON 92, yang kemudian dijual sebagai Pertamax.
Baca juga:
Gaji dan Tunjangan Fantastis Para Bos Pertamina Tersangka Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar menjelaskan bahwa praktik tersebut tidak diperbolehkan. "Dalam pengadaan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, tersangka RS melakukan pembelian untuk Ron 92 (Pertamax), padahal sebenarnya hanya membeli Ron 90 (Pertalite) atau lebih rendah kemudian dilakukan blending di storage/depo untuk menjadi Ron 92 dan hal tersebut tidak diperbolehkan," katanya.
Pertamina Buka Suara: Pertamax Bukan Oplosan!
Di tengah kehebohan ini, PT Pertamina (Persero) akhirnya memberikan klarifikasi. Vice President (VP) Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa Pertamax bukan BBM oplosan seperti yang ramai diperbincangkan.
"Terkait isu yang beredar bahwa BBM Pertamax merupakan oplosan, itu tidak benar," kata Fadjar dalam keterangan resmi, Rabu, 26 Februari 2025.
Ia menjelaskan bahwa ada perbedaan mendasar antara oplosan dan blending. Menurutnya, oplosan adalah pencampuran yang tidak sesuai aturan, sementara blending merupakan praktik umum dalam proses produksi bahan bakar.
"Blending dimaksud adalah proses pencampuran bahan bakar atau dengan unsur kimia lain untuk mencapai kadar oktan atau RON tertentu dan parameter kualitas lainnya," imbuhnya.
Sebagai contoh, Fadjar menyebutkan bahwa Pertalite sendiri merupakan hasil blending dari bahan bakar RON 92 atau lebih tinggi dengan bahan bakar RON lebih rendah untuk mencapai RON 90.
Lebih lanjut, Fadjar memastikan bahwa kualitas Pertamax tetap sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah.
"Kualitas Pertamax sudah sesuai dengan spesifikasinya, yaitu dengan standar oktan 92," tegasnya.
Namun, klarifikasi ini tampaknya belum cukup menenangkan masyarakat. Banyak yang masih mempertanyakan bagaimana pengawasan terhadap mutu BBM dilakukan selama ini dan apakah kasus ini akan berdampak pada harga maupun pasokan bahan bakar ke depan.
"Kita bayar lebih mahal buat kualitas yang lebih baik, tapi malah dikasih yang sudah dioplos di belakang layar? Kok rasanya kayak beli kopi susu, tapi ternyata cuma kopi sama air putih?" ujar seorang pengguna X dengan nada kesal.
Seiring dengan proses hukum yang berjalan, publik kini menanti tindakan lanjutan dari pemerintah dan Pertamina dalam memastikan bahwa BBM yang mereka beli benar-benar sesuai dengan standar yang dijanjikan.