Bila Disahkan, MAKI akan Gugat Aturan Larangan Impor USD100 via Jalur Udara

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman. MI/Rommy Pujianto.

Bila Disahkan, MAKI akan Gugat Aturan Larangan Impor USD100 via Jalur Udara

9 September 2023 01:22

Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan berupaya memberlakukan larangan impor di bawah USD100 atau sekitar Rp1,5 juta hanya melalui jalur udara. Rencana itu mendapat tentangan dari Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI).
 
"MAKI akan somasi Kemendag terkait Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 tahun 2020 tentang ketentuan perizinan usaha, periklanan, pembinaan, dan pengawasan pelaku usaha dalam perdagangan melalui sistem elektronik. Bahkan bila disahkan, MAKI akan layangkan gugatan judicial review ke Mahkamah Agung (MA)," kata Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, dalam keterangan persnya, di Jakarta, Jum'at (8/9/2023).
 
Untuk kebaikan negara, pemberlakuan aturan tersebut menurut Boyamin tidak akan efektif bila pelarangan hanya untuk moda transportasi udara. "Larangan itu harus diberlakukan untuk jalur udara, laut, dan darat," tegas Boyamin.
 
Boyamin menyatakan, pihaknya memahami pelarangan tersebut dibuat dalam rangka melindungi produk-produk UMKM, sebagaimana rekomendasi dari Kementerian Koperasi dan UMKM.
 
"Secara prinsip, MAKI mendukung perlindungan kepada UMKM sehingga mampu bersaing, termasuk menyerap tenaga kerja lokal. Namun, bila larangan impor hanya diberlakukan melalui jalur udara saja, tidak akan efektif. Importasi melalui udara dikarenakan biaya logistik mahal, membuat harga lebih mahal dibandingkan via laut sehingga melarang impor barang via udara tidak akan cukup membantu UMKM," lanjutnya.
 
Boyamin menjelaskan, selama ini kerap terjadi pengangkutan barang impor tanpa proses resmi, seperti crossborder lewat udara. Opsi lain adalah pengangkutan barang akan melalui importasi yang sulit diawasi dan sulit dikendalikan alias penyelundupan.
 
Sebagai gambaran, kata Boyamin, crossborder itu berbasis transportasi udara (air-freight) dan dikenakan bea logistik (cost logistics) yang tinggi hingga USD10 per kilogram dari awal pengangkutan hingga ke akhir pengangkutan.
 
"Biaya logistik crossborder yang mahal menjadikan hanya barang spesifik yang dapat dijual. Biaya ini juga yang telah membuat pergeseran pola bisnis para penjual luar negeri. Saat ini, banyak pedagang dari luar negeri cenderung berkerjasama dengan penjual lokal, melakukan importasi lewat laut (sea freight). Setiba barang di Indonesia, maka kemudian dijual di platform lokal dengan harga murah. Justru ini yang bisa mematikan bisnis UKM," tegasnya.
 
Boyamin menambahkan, terjadi pembatasan 18 jenis barang pada tahun 2020 oleh Kementerian Perdagangan dan Kementerian Koperasi dan UKM, termasuk busana Muslim. Faktanya, di e-commerce lokal barang yang sama masih dijual sampai saat ini dan tidak dilarang. Harganya jualnya pun jauh lebih murah dari harga crossborder (via udara).
 
Artinya, tanpa crossborder barang itu tetap diimpor karena tingginya permintaan. Bahkan saat ini harga barang ex-impor itu bisa semakin murah karena dikirim melalui laut dan tentunya menjadi makin laris.
 
Boyamin meminta Kemendag dan Kementerian Koperasi dan UMKM cermat membedakan antara crossborder dan barang impor yang telah dijual lokal. "Disinilah letak masalahnya, yaitu persepsi crossborder adalah pembunuh UMKM. Padahal sejatinya importasi tidak terkontrol atau black market adalah musuh utama UMKM," tandasnya.
 
Menurut Boyamin, kebijakan pelarangan yang tidak diiringi dengan pengawasan tidak akan efektif. Apalagi rencana mematikan crossborder yang transparan dan patuh pajak tentu akan secara tidak langsung mengarahkan semua importasi menjadi sulit dikontrol dan cenderung ilegal.
 
Sementara itu, menurut peneliti INDEF Wahyu Askara, plaftorm lokal e-commerce menjual 90 persen barang impor. Hal ini telah disebut juga dalam banyak kajian, tanpa ada yang mempertanyakan apakah importasinya sesuai aturan dan terdaftar sesuai layaknya importasi crossborder. Ini lebih berbahaya daripada jalur resmi.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Anggie Meidyana)