Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra. Foto: EFE-EPA
Fajar Nugraha • 13 June 2025 05:05
Surin: Di tengah ketegangan atas sengketa wilayah di perbatasan Thailand-Kamboja, Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra, pada hari Rabu, 11 Juni 2025, mengunjungi daerah tersebut untuk memimpin pertemuan keamanan dan dukungan moral dengan pejabat setempat.
Ia diyakini sebagai pemimpin pertama dari kedua belah pihak yang mengunjungi daerah yang disengketakan, setelah terbunuhnya seorang tentara Kamboja dalam pertempuran dengan tentara Thailand pada tanggal 28 Mei lalu.
Didampingi oleh para menteri dan personel militer, Paetongtarn menerima pengarahan singkat di perbatasan Chong Chom dari pasukan darat sebelum memeriksa daerah tersebut. Ia kemudian berinteraksi sejenak dengan penduduk setempat dan berfoto bersama mereka sebelum pergi tanpa berbicara kepada media.
Perjalanan Paetongtan ke distrik Kap Choeng di provinsi Surin dilakukan hanya sehari setelah ia dilaporkan telah mengadakan pembicaraan dengan mitranya dari Kamboja Hun Manet, dan ayahnya, mantan perdana menteri Hun Sen.
“Saya secara pribadi berbicara dengan perdana menteri Kamboja, Jenderal Hun Manet, dan Samdech Hun Sen, presiden Dewan Penasihat dan Senat, untuk berkoordinasi dan berunding guna menegakkan kedaulatan nasional dan memprioritaskan kepentingan rakyat,” kata Paetongtarn pada hari Selasa, dikutip oleh kantor berita lokal Thailand, Khaosod.
Setelah beberapa hari saling bertukar pendapat, kedua negara akhirnya menyatakan komitmen untuk penyelesaian damai.
“Kami berhasil berunding secara damai dan menghindari bentrokan yang disertai kekerasan,” kata Paetongtarn.
Diketahui pada tanggal 28 Mei, seorang tentara Kamboja tewas dalam baku tembak dengan tentara Thailand di daerah perbatasan yang tidak dibatasi, kemudian mendorong kedua negara untuk memperkuat militer mereka dan menyebabkan ketegangan di perbatasan.
Setelah insiden tersebut, Kamboja mengatakan akan membawa hal ini ke Mahkamah Internasional (ICJ). Kedua negara pun selama lebih dari satu abad telah memperebutkan kedaulatan di titik-titik yang tidak dibatasi di sepanjang perbatasan mereka.
Kunjungan Paetongtarn ini nyatanya belum menghilangkan kekhawatiran penduduk Chong Chom atas kemungkinan konflik yang berlangsung. Ketika CNA mengunjungi daerah tersebut pada pekan ini, pos pemeriksaan masih diberlakukan dan kendaraan militer biasa terlihat di jalanan sekitar daerah dekat Chong Bok, tempat pertempuran 28 Mei.
Penduduk setempat di distrik Nam Yuen, provinsi Ubon Ratchathani, mengatakan kepada CNA bahwa mereka takut dengan ketegangan yang sedang berlangsung. “Saya masih takut peluru dan bom jatuh di daerah ini,” kata seorang petani berusia 54 tahun, Yupin Pansena.
“Saya ingin pemerintah berunding dan menemukan penyelesaian damai.”
Komandan Wilayah Angkatan Darat Kedua, Boonsin Phadklang, mengatakan kepada CNA bahwa situasi perbatasan telah membaik, tetapi dialog dengan Kamboja yang dijadwalkan pada 14 Juni akan menjadi langkah krusial untuk memastikan keamanan jangka panjang. "Kami akan melanjutkan negosiasi hingga resolusi tercapai. Kami tidak ingin ada pertumpahan darah di kedua belah pihak,” katanya
Operasi perbatasan di Chong Chom sendiri dikurangi secara drastis setelah otoritas keamanan Thailand memerintahkan untuk memangkas jam operasional pekan lalu. Operasi harian juga telah dipotong menjadi tiga hari seminggu.
Selama kunjungan CNA, penduduk setempat dan sekolah-sekolah terlihat membangun tempat perlindungan bom dan parit di daerah-daerah yang dekat dengan perbatasan Kamboja. Latihan evakuasi juga diadakan untuk siswa di Nam Yuen. “Masyarakat kami sangat tegang selama dua minggu terakhir,” kata Direktur Sekolah Ban Non Yang, Weerapong Pongloh.
Perdana Menteri Thailand juga mengatakan pada hari Selasa bahwa badan keamanan dan militer di wilayah yang diperebutkan telah mengoordinasikan kerja sama bilateral. Ia menjamin bahwa “tidak akan ada perang,” dikutip oleh kantor berita Kamboja, Phnom Penh Post.
Pada awal pekan ini, Hun Manet mengumumkan pembentukan komite tingkat tinggi untuk membawa sengketa perbatasan ke ICJ, lapor media lokal Khmer Times. Komite tersebut akan diketuai oleh Wakil Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri, Prak Sokhonn yang bertindak sebagai perwakilan resmi Kamboja di ICJ.
Keputusan untuk membawa sengketa perbatasan ke ICJ diajukan oleh Hun Manet selama Kongres Gabungan Senat-Majelis Nasional awal bulan ini. Pemerintah Thailand sendiri sebelumnya mengatakan tidak mengakui yurisdiksi pengadilan dan mengusulkan agar sengketa diselesaikan melalui negosiasi bilateral.
(Nada Nisrina)