Asal-Usul Perayaan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur

Biksu berdoa. (wonderfulimages.kemenparekraf.go.id)

Asal-Usul Perayaan Hari Raya Waisak di Candi Borobudur

Riza Aslam Khaeron • 10 May 2025 16:22

Jakarta: Hari Raya Waisak (Pali: Ves?kha; Sanskerta: Vai??kha) merupakan momen suci bagi umat Buddha di seluruh dunia. Pada hari ini, mereka memperingati tiga peristiwa penting dalam kehidupan Buddha Gotama: kelahiran sebagai Pangeran Siddhattha Gotama, pencapaian Pencerahan Sempurna, dan Parinibbana atau wafatnya Sang Buddha.

Tahun ini, perayaan Waisak akan jatuh pada Senin, 12 Mei 2025.

Di Indonesia, khususnya di Candi Borobudur, Waisak bukan hanya ritual keagamaan, tetapi juga peristiwa budaya dan spiritual yang melibatkan ribuan umat dari dalam dan luar negeri.

Tradisi-tradisi seperti pradaksina mengelilingi stupa utama, puja bakti dengan pelafalan kitab suci berbahasa Pali, serta penyalaan lentera menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan yang berpadu antara warisan sejarah dan praktik keagamaan masa kini. Kompleks Candi Borobudur sendiri dianggap sebagai simbol kebangkitan spiritual Buddhisme modern di Nusantara.

Namun, bagaimana asal-mula perayaan Waisak bisa digelar di kompleks Candi Borobudur, situs warisan dunia yang juga menjadi ikon spiritual Buddhisme di Indonesia?
 

Peran Theosofische Vereniging dalam Perayaan Modern


Foto: perayaan Waisak di Candi Borobudur oleh penganut Teosofi dan Buddha, tahun 1938. (Ong Soe An/via Young Buddhist Association)

Melansir tulisan Bhagavant, situs web Agama Buddha Indonesia, Perayaan Waisak modern di Candi Borobudur tidak bisa dilepaskan dari peran Perhimpunan Teosofi atau Theosofische Vereniging Organisasi ini awalnya didirikan di Amerika Serikat pada 1875 dan kemudian bermarkas di Adyar, India.

Di Hindia Belanda, cabang pertamanya muncul pada tahun 1881 di Pekalongan, dan pada 1883 dipimpin oleh Baron F. Tengnagel.

Ajaran Teosofi, yang terinspirasi dari berbagai filsafat dan agama Timur, turut menghormati ajaran Buddha. Karena itulah, komunitas Teosofi Hindia Belanda merasa perlu mengadakan perayaan Vesak sebagai bentuk penghormatan spiritual lintas tradisi.

Pada 1927, cabang Hindia Belanda dari Theosofische Vereniging menggelar upacara Vesak modern pertama di Candi Borobudur, berdasarkan catatan Bhagavant.com. Perayaan ini dipandang sebagai langkah awal pengenalan kembali nilai-nilai Buddhisme di tengah masyarakat Hindia Belanda kala itu.
 

Upacara Awal: Dari Candi Mendut ke Borobudur

Meskipun tanggal pastinya tidak terlacak, perhitungan astronomi menunjukkan bahwa Ves?kha tahun 1927 jatuh pada 17 Mei. Perayaan ini kemudian rutin dilakukan tiap tahun hingga 1939, dengan sosok penting seperti L. Mangelaar Meertens dari Malang yang memimpin jalannya upacara.

Meertens menjadi tokoh sentral dalam penyelenggaraan Waisak di Borobudur sepanjang masa sebelum kemerdekaan.

Pada 23 Mei 1929, Theosofische Vereniging pertama kali menggelar Vesak di Candi Mendut, dan pada 12 Mei 1930 merayakannya di Borobudur, menurut dokumentasi harian Sin Po yang dirujuk dalam Bhagavant.com. Sejak saat itu, kedua candi menjadi titik penting dalam rangkaian upacara Waisak.

Beberapa kalangan bahkan menyebut tahun 1930 sebagai tahun awal sebenarnya dari perayaan Vesak modern di Borobudur.

Pada perayaan 1932, peserta berasal dari berbagai latar etnis, menunjukkan inklusivitas lintas budaya, sebagaimana dilaporkan dalam majalah Moestika Dharma dan dikutip oleh Bhagavant.com. Seusai acara di Candi Mendut, mereka naik ke puncak Borobudur dan berdiskusi mengenai ajaran spiritual.

Acara ditutup dengan pradaksina, yaitu prosesi mengelilingi stupa utama sambil bergandengan tangan sebagai simbol persaudaraan dunia.

Tradisi ini tidak hanya menonjolkan ibadah, tetapi juga menjadi ruang interaksi budaya dan spiritual lintas etnis. Diskusi mengenai teks seperti The Masters and the Path karya Leadbeater menunjukkan bahwa perayaan ini juga menjadi ajang refleksi spiritual yang mendalam.
 
Baca Juga:
Libur Panjang Waisak, Stasiun Malang Catat Lonjakan Penumpang Kereta Api
 

Puncak Perayaan 1938 dan Akhir Sebelum Kemerdekaan

Menurut catatan Young Buddhist Association, perayaan Waisak tahun 1938 dianggap sebagai salah satu perayaan terbesar dan paling meriah sebelum kemerdekaan. Jumlah peserta yang hadir meningkat secara signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, termasuk dari kalangan umat Buddha Tionghoa yang datang dari Semarang, Surakarta, dan Surabaya.

Media Buddhis Tionghoa seperti Sam Kauw Gwat Po turut menyerukan partisipasi umat dari berbagai daerah.

Perayaan Vesak 1938, yang dilaksanakan pada 14 Mei, dihadiri sekitar 150 peserta dari berbagai wilayah di Jawa Tengah, berdasarkan laporan Sam Kauw Gwat Po sebagaimana dikutip dalam Bhagavant.com. Acara dimulai pukul 18.00 WIB dan dipimpin oleh Meertens.

Altar dihias dengan bunga melati dan mawar, serta dupa dibakar selama puja bakti. Ceramah disampaikan dalam dua bahasa: Belanda dan Jawa. Seorang guru Taman Siswa, Mangoen Soekarso, turut memberikan ceramah dalam bahasa Jawa.

Puja bakti diisi dengan pelafalan kitab suci dan renungan terhadap Triratna: Buddha, Dhamma, dan Sangha. Prosesi dilanjutkan dengan pradaksina di stupa utama pada pukul 22.30 WIB. Meski tradisi "detik-detik Waisak" belum dikenal saat itu, perhitungan astronomi modern sudah mulai dijadikan acuan waktu perayaan.

Tahun 1939 menjadi penanda terakhirnya perayaan Waisak di Borobudur sebelum masa kemerdekaan. Menurut Young Buddhist Association, penghentian ini disebabkan oleh invasi Jerman ke Belanda yang kemudian berujung pada Perang Dunia II, serta dilanjutkan dengan masa revolusi kemerdekaan Indonesia dari tahun 1945 hingga 1949, sebagaimana ditelusuri oleh Bhagavant.com.

Baru pada 1953, Waisak kembali dirayakan secara terbuka di kompleks Borobudur.

Asal-usul perayaan Hari Raya Waisak di Borobudur menunjukkan bahwa praktik ini memiliki sejarah panjang dan bersifat lintas budaya. Berkat inisiatif Theosofische Vereniging, tradisi Waisak mendapatkan tempat di warisan arsitektur dan spiritual Indonesia, menjadikan Candi Borobudur tak hanya simbol kebesaran sejarah, tetapi juga titik temu antariman dan peradaban.

Tradisi pradaksina dan puja bakti yang dahulu dimulai oleh komunitas Teosofi masih terus hidup hingga kini, meskipun dalam format yang telah disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Surya Perkasa)