Polemik Pemecatan 2 Guru ASN, Ini Jawaban Pemprov Sulsel

Dua guru korban pemecatan di Sulawesi Selatan. MI

Polemik Pemecatan 2 Guru ASN, Ini Jawaban Pemprov Sulsel

Media Indonesia • 12 November 2025 18:20

Makassar: Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menanggapi kontroversi pemecatan dua Aparatur Sipil Negara (ASN), Rasnal dan Abdul Muis. Penjabat Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Sulsel, Erwin Sodding, menyampaikan Gubernur Andi Sudirman Sulaiman memberikan instruksi khusus terhadap kasus ini.

"Bapak Gubernur tidak menutup mata. Beliau telepon pukul 02.30 Wita tadi malam, lalu ba'da subuh kembali komunikasi untuk membahas case ini secara utuh," jelas Erwin dalam pertemuan di Kantor Sementara DPRD Sulsel, Rabu, 12 November 2025.

Erwin menegaskan keputusan Gubernur menandatangani SK Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) merupakan langkah hukum yang wajib diambil. Dasar hukumnya adalah amar putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum tetap, diperkuat rekomendasi teknis Badan Kepegawaian Negara (BKN).

"UU 20/2023 tentang ASN, Pasal 52, jelas menyatakan ASN dapat diberhentikan tidak dengan hormat jika dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah tetap karena tindak pidana jabatan," paparnya.
 

Di balik regulasi tersebut, Erwin menyampaikan pesan khusus Gubernur. "Prinsipnya Bapak Gubernur memberikan perhatian. Pemerintah provinsi Sulsel siap menjembatani jika Bapak Rasnal dan Abdul Muis ingin menempuh langkah hukum lebih lanjut," serunya.

Erwin menjelaskan peta jalan yang mungkin ditempuh untuk mencabut SK PTDH. Pertama, mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung. Kedua, meminta BKN untuk meninjau ulang Pertek yang mereka terbitkan," ujarnya.

Jika nantinya PK dikabulkan, hal itu akan menjadi dasar kuat bagi Pemprov untuk mengajukan peninjauan ulang Pertek ke BKN. "Jadi, ada dua langkah hukum yang harus berjalan," tegas Erwin.

"Bapak Gubernur juga merasa prihatin dengan ketidakadilan yang dirasakan. Namun, di sisi lain, kita juga dihadapkan pada regulasi yang mengatur," kata Asisten Gubernur, Since, mewakili Gubernur.

Dari pihak terdampak, Abdul Muis membantah seluruh tuduhan. Ia menegaskan dana yang dituduhkan sebagai pungutan liar merupakan sumbangan sukarela dari orang tua siswa yang telah disepakati dalam rapat komite sekolah.

"Tidak ada paksaan. Siswa yang tidak mampu digratiskan, yang punya saudara hanya bayar satu. Tidak ada siswa yang tidak diikutsertakan ujian," tegas Muis.

Ia mengungkapkan sejumlah kejanggalan hukum dalam perkaranya. Inspektorat Kabupaten menyatakan ada kerugian negara, padahal sumber dana adalah sumbangan orang tua, bukan APBN/APBD. Di tingkat kasasi, ia tiba-tiba dituduh menerima gratifikasi berupa insentif tugas tambahan, hal yang tidak muncul di persidangan pengadilan negeri.

"Kami bukan koruptor. Kami hanya menjalankan amanah orang tua siswa untuk memajukan sekolah," pungkasnya.

Kasus ini memicu dampak luas. Guru-guru honorer yang tidak terdaftar di Dapodik tidak dapat dibayar melalui dana BOS, sehingga mengajar tanpa gaji. Anggota DPRD Sulsel, Marjono dari Fraksi Gerindra, mendesak tindakan konkret. Ia meminta Inspektorat Provinsi membatalkan hasil pemeriksaan Inspektorat Kabupaten yang dianggap tidak berwenang memeriksa sekolah.

"Ini preseden buruk. Seorang kepala sekolah yang memikirkan pendidikan, malah dilaporkan. Dinas Pendidikan harusnya melindungi anggotanya, bukan membiarkan didiskriminasi," tegas Marjono.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
(Whisnu M)