Ilustrasi nelayan. Foto: Medcom.id
M Ilham Ramadhan Avisena • 12 January 2025 17:18
Jakarta: Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mendorong aparat penegak hukum dan otoritas terkait untuk mendapatkan pelaku pemagaran yang membentang 30 km di laut Tangerang.
Selain merugikan nelayan tradisional, hal tersebut juga berlawanan dengan konstitusi lantaran tergolong sebagai upaya privatisasi ruang laut.
“Aktivitas melaut nelayan terganggu juga sebabkan rawan kecelakaan jika malam. Pemerintah dan aparat penegak hukum harus segera menemukan pelakunya. Agar ada tindakan hukum dan efek jera,” kata Ketua Umum KNTI Dani Setiawan dilansir Media Indonesia, Minggu, 12 Januari 2025.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono. Metrotvnews.com/ Hendrik Simorangkir
KNTI memandang pemagaran tersebut merupakan praktik privatisasi ruang laut yang sejatinya dilarang oleh konstitusi. Hal tersebut merujuk pada amar putusan Mahkamah Konstitusi dalam Undang Undang 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
UU tersebut mengatakan pengusahaan perairan pesisir (HP-3) bertentangan dengan Undang Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Melanggar prinsip keadilan sosial
Menurut MK, kata Dani, pemberian HP-3 juga melanggar prinsip keadilan sosial seperti yang dimaksud dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.
Selain itu, praktik privatisasi ruang laut juga dinilai bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 lantaran akan mendorong praktik pemanfaatan sumber daya pesisir dan kelautan hanya terkonsentrasi ke segelintir pemilik modal.
“Itu akan membuat tujuan konstitusi agar pemanfaatan SDA bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tidak tercapai,” ucap Dani.