Ilustrasi. Foto: Freepik
London: Beberapa tahun belakangan, ketidakpastian ekonomi global semakin terasa akibat pandemi dan masalah geopolitik. Hal ini membuat banyak negara menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas keuangannya.
Melansir Channel News Asia, Selasa, 15 Oktober 2024, S&P Global Ratings memperingatkan dalam laporannya pada Senin, negara-negara mungkin akan lebih sering mengalami gagal bayar utang dalam mata uang asing pada dekade mendatang dibandingkan masa lalu.
Peningkatan utang dan biaya pinjaman yang terus naik menjadi alasan utama dibalik potensi ini. Peringkat kredit negara secara keseluruhan juga telah melemah dalam satu dekade terakhir.
Laporan ini muncul saat dunia mulai pulih dari serangkaian gagal bayar utang negara, meskipun beberapa negara kreditor besar menyatakan risiko krisis utang global mulai mereda. Menurut laporan tersebut, tekanan likuiditas semakin meningkat karena akses ke pembiayaan semakin terbatas, sementara pelarian modal menjadi semakin sering terjadi.
Ilustrasi. Foto: Freepik
Krisis utang negara berkembang memuncak pascapandemi
Pandemi covid-19 yang dimulai pada 2020 membebani keuangan banyak negara, dengan tujuh negara mengalami gagal bayar utang dalam mata uang asing, seperti Argentina, Libanon, dan Zambia.
Ditambah lagi, invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 memicu lonjakan harga pangan dan energi, yang membuat delapan negara lain gagal bayar selama 2022 dan 2023, termasuk Ukraina dan Rusia.
Laporan tersebut juga menunjukkan negara-negara berkembang semakin bergantung pada pinjaman pemerintah untuk menjaga arus modal asing masuk. Namun, kombinasi ketergantungan tersebut dengan kebijakan ekonomi yang tidak menentu, kurangnya independensi bank sentral, serta pasar modal domestik yang lemah seringkali memicu masalah utang yang lebih besar.
S&P Global memperingatkan bahwa kondisi ini bisa memperburuk masalah keuangan di banyak negara, terutama negara-negara berkembang yang rentan terhadap krisis utang.
Ketergantungan pada pinjaman luar negeri, ditambah dengan tantangan ekonomi global yang belum mereda, dapat membuat lebih banyak negara mengalami gagal bayar.
Ini menekankan perlunya kebijakan ekonomi yang lebih hati-hati dan usaha memperkuat pasar keuangan dalam negeri. (Nanda Sabrina Khumairoh)