Situs suci Sayyida Zeinab di Damaskus, Suriah. (Fars News)
Willy Haryono • 14 December 2024 12:52
Damaskus: Situs suci Sayyida Zeinab di pinggiran Damaskus, Suriah, yang dulunya menjadi benteng pro-Iran, kini menghadapi ketegangan sektarian setelah diambil alih pemberontak yang dipimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
HTS memiliki aliansi pemberontak yang berhasil menumbangkan rezim Bashar al-Assad pada 8 Desember lalu.
Menjelang pengambilalihan ibu kota Suriah oleh pemberontak HTS, penjaga yang didukung Iran meninggalkan pos mereka di gerbang makam Sayyida Zeinab. Makam yang terletak di pinggiran Damaskus ini sebelumnya menjadi simbol kekuatan pro-Iran, termasuk keberadaan kelompok bersenjata Hizbullah asal Lebanon.
Pada Rabu lalu, hanya segelintir pengunjung terlihat di sekitar makam. Para penjaga baru, yang kini diwakili oleh pemberontak, membuat para peziarah sedikit khawatir.
“Sabtu malam, para pejuang Hizbullah mulai meninggalkan wilayah ini,” ujar Walid Haji, seorang pemberontak yang kini menjaga salah satu pos pemeriksaan yang sebelumnya dijaga kelompok asal Lebanon tersebut.
Hizbullah sebelumnya menempatkan pasukannya di sekitar area makam ini. Daerah tersebut juga sering menjadi target serangan Israel, terutama saat konflik sengit antara Israel dan Hizbullah
Penduduk lokal mengatakan bahwa kehadiran pasukan Iran di kawasan ini telah berkurang secara signifikan selama tiga tahun terakhir.
Di dalam area makam, yang biasanya ramai dengan peziarah Syiah dari berbagai wilayah, kini hanya beberapa pengunjung yang terlihat berjalan di halaman luas yang dilapisi marmer putih. Direktur situs, Dib Krayem, memastikan bahwa tempat itu tetap terbuka untuk umum.
“Semua karyawan telah kembali bekerja, dan kami telah mengadakan pertemuan yang konstruktif dengan otoritas baru,” ungkapnya, mengutip dari Malay Mail, Jumat, 13 Desember 2024.
Krayem menambahkan bahwa pejabat dari kelompok pemberontak Hayat Tahrir al-Sham (HTS) memberikan jaminan terkait kebebasan beribadah di situs tersebut.
“Kami telah diyakinkan sepenuhnya bahwa ibadah dapat berlangsung tanpa gangguan,” katanya.
Namun, perubahan kekuasaan ini memicu kekhawatiran di kalangan minoritas agama. Presiden Bashar al-Assad, yang berasal dari aliran Alawit dalam Islam Syiah, sebelumnya dikenal sebagai pelindung minoritas.
Namun, pengambilalihan kekuasaan oleh HTS, kelompok yang dianggap teroris oleh negara-negara Barat, menimbulkan pertanyaan tentang perlindungan terhadap komunitas Syiah dan kelompok agama lainnya. Walau HTS berusaha menampilkan citra yang lebih moderat, banyak warga Syiah tetap merasa waswas.
“Darah telah tertumpah,” kata seorang wanita yang enggan menyebutkan namanya.
“Kami merasa tertekan. Saya hanya berharap mereka tidak melarang kami menjalankan ritual keagamaan kami,” ujarnya dengan wajah penuh kecemasan.
Wali Kota Sayyida Zeinab, Jamal Awad, mengatakan bahwa kawasan ini telah menampung sekitar 37.000 penduduk dari dua desa Syiah di utara Suriah, Nabul dan Zahra, yang melarikan diri akibat serangan pemberontak.
Namun, setelah pemberian jaminan keamanan oleh HTS, sekitar seperempat dari total 45.000 penduduk kedua desa tersebut mulai kembali ke rumah mereka.
Bagi Ali, salah satu pengungsi dari desa Nabul yang tengah mengunjungi makam, harapan akan perlindungan tetap ada.
“Kami datang ke sini mencari perlindungan di bawah Sayyida Zeinab,” ungkapnya.
Meski ketegangan sektarian terus membayangi, komunitas Syiah di kawasan itu berharap dapat menjalankan ibadah mereka tanpa gangguan, sembari menyesuaikan diri dengan realitas baru pascapergantian kekuasaan. (Muhammad Reyhansyah)
Baca juga: PBB: Tumbangnya Assad Tak Boleh Dijadikan Kesempatan Serang Suriah