Ilustrasi batu bara. Foto: Kemenkeu.
Jakarta: Ketua Divisi Lingkungan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana (LLHPB) PP Aisyiyah Hening Parlan mengaku akan menaati keputusan PP Muhammadiyah yang menerima Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari pemerintah kendati merasa kecewa.
"Keputusan ini sudah pasti membuat saya sedih karena saya berharap PP Muhammadiyah menolak tambang. Namun sebagai warga Muhammadiyah saya akan menjunjung tinggi keputusan pimpinan dan tetap akan berhikmat di Muhammadiyah," ujar dia dikutip dari
Media Indonesia, Senin, 29 Juli 2024.
Hening mengatakan akan terus memperjuangkan gerakan hijau atau pelestarian lingkungan yang selama ini ia lakukan. Perjuangannya disebut akan semakin menantang lantaran PP Muhammadiyah menerima IUP dari pemerintah. Dia menuurkan Tambang sebagai industri ekstraktif akan punya banyak masalah dan tantangan baik sosial, ekonomi dan lingkungan.
"Kita tunggu tim (pengelola tambang Muhammadiyah) mewujudkannya. Bila ternyata ada masalah yang melenceng dari cita-cita, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir sudah bilang IUP dikembalikan," tambahnya.
Sebelumnya, Hening berharap PP Muhammadiyah menolak IUP yang ditawarkan pemerintah. Hal itu ia sampaikan dalam diskusi Menimbang Posisi Muhammadiyah dalam Wacana Izin Tambang Ormas, Jumat (26/7).
Harapan itu didasari pada dampak dari industri tambang sangat luas bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sehingga sangat sulit menilai kegiatan tambang bisa memberi kontribusi positif bagi Muhammadiyah dan juga masyarakat umum.
Namun diketahui, PP Muhammadiyah resmi menyatakan bakal ikut mengelola pertambangan dari izin usaha pertambangan (IUP) yang diberikan pemerintah. Keputusan itu diambil berdasarkan rapat pleno PP Muhammadiyah dan konsolidasi yang dilakukan organisasi masyarakat tersebut.
Keputusan dilakukan berdasarkan kajian
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan, keputusan itu juga diambil berdasarkan kajian yang dilakukan dua bulan terakhir. Pertimbangan juga diwarnai dengan pro kontra internal yang akhirnya bermuara pada keputusan bulat untuk ikut serta mengelola tambang.
"Melalui pleno PP Muhammadiyah, maupun konsolidasi yang terjadi, dua pandangan itu hidup. Tapi akhirnya mayoritas sampai pada satu kesimpulan, keputusan PP Muhammadiyah yang keputusannya ini satu kesatuan dalam berbagai pertimbangan-pertimbangan yang akan ditempuh," ujar dia.
PP Muhammadiyah, kata Nashir, turut mempertimbangkan bahwa tambang merupakan salah satu dari banyak aspek kekayaan alam Indonesia yang mesti dikelola dengan baik. Keterlibatan PP Muhammadiyah mengelola tambang diharapkan dapat menjadi contoh bagi pemegang IUP lainnya.
Pengelolaan tambang oleh ormas keagamaan yang berdiri pada 1912 itu juga diorientasikan untuk mendukung kelestarian lingkungan, tidak menimbulkan konflik, dan tidak melahirkan disparitas sosial. PP Muhammadiyah juga memastikan akan mengembalikan IUP jika di perjalanan pengelolaannya terdapat hal-hal yang bertolak belakang dari misi tersebut.
"Kalau nanti dalam perjalanannya tim menemukan berbagai macam situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk pengelolaan yang pro keadilan sosial, kesejahteraan, dan lingkungan, kami tidak akan memaksakan diri, dengan tanggung jawab IUP itu kami kembalikan," terang Nashir.