Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Arrmanatha Nasir dalam debat terbuka di Dewan Keamanan PBB di New York, AS, 21 Juni 2024. (Instagram / Indonesiaunny)
Willy Haryono • 29 June 2024 19:07
New York: Indonesia menyoroti penderitaan anak-anak dalam berbagai konflik di dunia, termasuk di Jalur Gaza. Anak-anak Palestina di wilayah terkepung tersebut menghadapi skala dan intensitas kekerasan serta ketidakadilan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
Hingga saat ini, lebih dari 15 ribu anak Palestina telah terbunuh akibat serangan Israel di Jalur Gaza, dengan lebih dari 21 ribu lainnya hilang.
"Genosida sedang berlangsung di Gaza, dengan anak-anak sebagai korban terbesar," ucap Wakil Tetap Indonesia untuk PBB Arrmanatha Nasir saat berbicara dalam debat terbuka bertajuk 'Children and Armed Conflict' di Dewan Keamanan PBB di New York, Amerika Serikat pada 21 Juni lalu.
Indonesia menilai apa yang terjadi di Gaza saat ini, khususnya di kalangan anak-anak, sangat tidak manusiawi.
"Pada tahap ini, meski menyakitkan untuk dikatakan, anak-anak yang telah meninggal mungkin adalah yang beruntung," ucap Arrmanatha atau biasa disapa Tata.
"Karena mereka yang selamat terus hidup dalam neraka, dan banyak yang tidak memiliki keluarga," sambungnya.
Di waktu bersamaan, Indonesia menyayangkan bahwa komunitas global, termasuk DK PBB, seolah tidak berdaya dalam mengatasi genosida di Gaza. Penderitaan serupa juga dihadapi banyak anak-anak di Myanmar, Sudan, dan daerah konflik lainnya.
Tata menegaskan bahwa Dewan Keamanan PBB "TIDAK BISA" terus gagal menangani dan menyelesaikan konflik, mengingat dampaknya yang serius terhadap anak-anak. Kegagalan DK PBB akan menyebabkan generasi anak-anak terperangkap dalam lingkaran setan kebencian dan kekerasan.
Sesuai tema debat, Indonesia menyampaikan beberapa poin penting. Pertama, kekerasan terhadap anak-anak dalam konflik bersenjata merupakan salah satu pelanggaran hak asasi manusia paling serius.
Sayangnya, sebut Tata, hak asasi manusia sering kali bergantung pada pandangan orang yang melihatnya dan banyak yang tampaknya menutup mata terhadap hak anak-anak Palestina untuk hidup.
"Kita harus menghentikan standar ganda dalam melindungi anak-anak dari pelanggaran hak asasi manusia yang serius," tegas Tata.
"Kita harus menekan keras dan mengambil tindakan untuk menghentikan penggunaan senjata peledak di daerah berpenduduk, dan menghentikan serangan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil dan infrastruktur penting," sambungnya.
Poin kedua adalah akses aman, cepat, dan tanpa hambatan untuk bantuan kemanusiaan harus dijamin di Jalur Gaza dan daerah konflik lainnya. Kolaborasi dan keterlibatan dengan organisasi regional dan pelaku kemanusiaan juga sangat penting.
Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia terus mendukung keterlibatan yang lebih kuat antara negara-negara ASEAN dan AHA Centre dalam memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan, termasuk untuk anak-anak di Myanmar.
Poin ketiga, DK PBB harus bisa menerjemahkan komitmen menjadi tindakan konkret. Indonesia menyambut baik usaha Kelompok Kerja tentang Anak-anak dan Konflik Bersenjata.
"Kami menyerukan kepada Kelompok Kerja untuk menghasilkan rekomendasi yang berorientasi pada tindakan, yang memastikan bantuan dan perlindungan efektif bagi anak-anak dalam konflik bersenjata, khususnya di Gaza," sebut Tata.
"Kemampuan Anda untuk melakukan hal itu akan menjadi ujian penentu, apakah pertemuan kita ini dapat membawa perubahan," lanjutnya.
Poin terakhir, Indonesia menyambut baik rekomendasi Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres untuk memastikan bahwa perlindungan anak dimasukkan dalam mandat yang relevan dari operasi penjagaan perdamaian dan misi politik khusus.
"Memastikan dukungan yang diperlukan untuk sumber daya dan kapasitas adalah kunci implementasi yang efektif," kata Tata.
"Mari kita pastikan bahwa semua anak, di mana pun mereka berada, berhak untuk hidup dalam damai dan bermartabat," pungkasnya.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB Adopsi Gencatan Senjata Gaza, RI: Penting Demi Palestina