Inter Milan raih scudetto musim ini di Serie A. (Foto: Dok. Inter Milan)
Medcom • 25 April 2024 08:59
Milan: Inter Milan baru saja memastikan gelar scudetto Liga Italia Serie A 2023 -- 2024. Keberhasilan Inter patut diapresiasi karena mereka meraih scudetto dengan investasi yang tidak terlalu besar.
Melansir dari laman Transfermarkt, manajemen Inter hanya menghabiskan sekitar 70,7 juta euro (Rp1,2 triliun) untuk pemain baru. Namun, mereka berhasil mendapatkan tambahan dana hampir 130 juta euro (Rp2,2 T) dari penjualan pemain. Penjualan kiper Andre Onana adalah yang tersukses karena Inter mendapatkan pemasukan 50 juta euro dari Manchester United.
Meraih trofi scudetto dengan hanya budget transfer yang terbatas, manajemen Inter patut mendapatkan apresiasi besar. Khususnya pada trio Beppe Marotta, Piero Ausilio, dan Dario Baccin yang bertindak sebagai "sutradara" Inter di bursa transfer.
Inter berhasil melakukan pembelian yang cerdas di lantai bursa. Salah satunya adalah merekrut Marcus Thuram untuk mengisi pos yang ditinggalkan Romelu Lukaku. Thuram berhasil didapatkan Inter secara gratis berkat pendekatan yang cerdik dari Marotta, untuk meyakinkan striker Timnas Prancis itu memilih Inter meski pada saat itu Thuram tengah memasuki periode akhir pembicaraan kontrak dengan AC Milan.
Kejelian Marotta terbukti dengan performa impresif Thuram sepanjang musim ini. Dia jadi penentu kemenangan Inter atas AC Milan yang akhirnya membuahkan trofi scudetto ke-20 untuk Inter.
Pembelian Yann Sommer untuk menggantikan Andre Onana dengan mahar hanya 6,5 juta euro, menjadi bukti sahih kecerdasaan Marotta dkk di lantai bursa. Sommer mampu menggantikan peran Onana dan berhasil membuat Inter jadi tim yang paling sedikit kebobolan pada musim ini.
Scudetto Inter jadi Pelajaran buat MU
Sukses Inter Milan menyabet trofi scudetto musim ini tidak lepas dari peran Manchester United. Mengapa demikian? Karena ada dua pemain buangan MU yang justru jadi kunci kesuksesan Inter meraih dua trofi scudetto dalam tiga musim terakhir. Mereka adalah Matteo Darmian dan Henrikh Mkhitaryan.
Matteo Darmian merupakan penggawa MU pada periode 2015 -- 2019. Namun, kariernya MU tidak berjalan lancar. MU yang merasa karier Darmian sudah habis akhirnya melepasnya ke Parma dan kemudian direkrut Inter pada 2021.
Karier Darmian ternyata belum habis. Bersama Inter, pemain 34 tahun ini justru seperti terlahir kembali. Ia jadi pemain yang sangat bisa diandalkan pelatih Simone Inzaghi di lini pertahanan Inter, baik itu sebagai bek kanan maupun bek tengah. Berkat penampilan apiknya bersama Inter, Darmian kini masuk skuat Italia untuk berlaga di Euro 2024.
Satu lagi kesalahan MU dalam memprediksi karier mantan pemainnya adalah Henrikh Mkhitaryan yang sempat dua musim memperkuat MU (2016 -- 2018). Hampir sama kasusnya seperti Darmian, manajemen MU merasa Mkhitaryan tidak bisa menunjukkan performa terbaiknya selama dua musim, sehingga jadi bagian dari pertukaran dengan Alexis Sanchez (Arsenal).
Selesai di MU, Mkhitaryan merajut kembali kariernya bersama AS Roma dan kemudian membuktikan kualitasnya di Inter Milan. Pada awalnya, Mkhitaryan diyakini hanya akan jadi ban serep di Inter, karena ia direkrut pada musim panas tahun lalu setelah perekrutan Davide Frattessi (Sassuolo).
Namun, seiring waktu berjalan, pemain asal Armenia ini berhasil membuktikan kapasitasnya sehingga lebih dipercaya Simone Inzaghi sebagai pilihan utama ketimbang Frattessi.
Dari kasus yang terjadi pada Darmian dan Mkhitaryan, Manchester United sepertinya harus belajar dari Inter Milan tentang bagaimana meracik tim untuk meraih trofi juara.
Memang, kualitas atau persaingan antara Serie A dengan Premier League cukup berbeda. Namun, tetap saja dibutuhkan pendekatan dan pemilihan pemain yang tepat untuk bisa menghasilkan tim juara.
Dalam beberapa tahun terakhir, MU merupakan salah satu negara dengan pembelanja terbesar di Eropa, namun hasilnya belum sesuai dengan investasi mereka. Sebaliknya, Inter telah memenangkan enam trofi dalam tiga musim di bawah asuhan Inzaghi meskipun anggaran transfernya rendah dan harus menjual beberapa pemain terbaik mereka untuk menyeimbangkan pembukuan.
Dalam salah satu momen jelang pertandingan Inter Milan vs Manchester City di babak final Liga Champions musim lalu, Direktur transfer Inter, Beppe Marotta menegaskan bahwa untuk meramu tim juara tidak mutlak yang dibutuhkan hanya investasi besar.
“Jika kita mempertimbangkan uang yang dikeluarkan Manchester City untuk menyatukan tim ini, maka di atas kertas mereka seperti tank. Namun dalam olahraga tidak benar bahwa tim yang mengeluarkan uang paling banyak akan selalu menang (juara), jadi kami ingin memberikan yang terbaik dengan kekuatan yang kami miliki, seperti ide, teknik, taktik, dan rasa memiliki yang besar,” ujarnya saat itu.
Pernyataan yang dilontarkan Marotta saat itu dan kesuksesan Inter meraih scudetto musim ini, tampaknya bisa jadi pembelajaran bagi Manchester United dan juga klub-klub Premier League yang hampir selalu menghambur-hamburkan uang di bursa transfer. Terlebih, faktanya di musim ini nyaris tidak ada klub Inggris yang sukses meraih prestasi di pentas Eropa.
Manchester City yang musim lalu menguasai Eropa, musim ini harus tersingkir di babak perempat final Liga Champions, bersama Arsenal yang juga menggelontorkan dana besar di bursa transfer musim panas lalu. Di ajang Liga Europa, Liverpool juga harus tersingkir di babak delapan besar. Praktis, Inggris hanya menyisakan Aston Villa yang kini akan berjuang di babak semifinal Confrence League, kompetisi kasta terendah di Eropa. (Football-Italia)