Ilustrasi. Foto: MI/Angga Yuniar.
Husen Miftahudin • 27 June 2025 14:58
Jakarta: Di tengah ketegangan geopolitik dan ketidakpastian rantai pasok global, Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk mengambil peran strategis dalam industri kendaraan listrik (EV). Meningkatnya perang tarif antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok, membuat banyak negara dan produsen global mulai mencari alternatif lokasi pasokan dan produksi yang lebih stabil dan netral.
Dengan posisi geografis yang menguntungkan, kekayaan sumber daya mineral kritis, serta sikap non-blok dalam konflik global, Indonesia semakin diperhitungkan sebagai mitra potensial dalam membangun rantai pasok EV yang aman dan berkelanjutan.
Namun, peluang ini perlu segera ditindaklanjuti dengan percepatan hilirisasi seluruh mineral strategis. Tidak hanya nikel, tetapi juga tembaga dan aluminium, guna melengkapi rantai industri baterai dan kendaraan listrik secara utuh di dalam negeri.
Langkah percepatan tersebut akan memperkuat daya tawar Indonesia di mata investor global, sekaligus memantapkan posisi Indonesia bukan hanya sebagai pemasok bahan mentah, tetapi sebagai pusat manufaktur, riset, dan distribusi komponen EV untuk kawasan Asia bahkan dunia.
Pemerintah sendiri telah memulai arah ini lewat kebijakan hilirisasi dan pembangunan kawasan industri hijau, namun konsistensi dan percepatan implementasi menjadi kunci untuk mengamankan peran strategis Indonesia di tengah perubahan peta rantai pasok global.
Wakil Ketua Komite Hilirisasi Mineral dan Batubara Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Djoko Widayatno mengatakan kekayaan mineral Indonesia seperti nikel dapat menjadi senjata utama ditengah kondisi geopolitik global.
"Nikel Indonesia bisa menjadi senjata strategis dalam geopolitik energi bersih global," ujar Djoko dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 27 Juni 2025.
Baca juga: Hilirisasi Nikel Dorong Indonesia Jadi Negara Maju dan Pemain Global Industri Baterai EV |