Cuaca Ekstrem di Tiongkok Ancam Pasokan Kepiting Berbulu

Panen kepiting berbulu makin terganggu akibat cuaca ekstrem. Foto: Xinhua

Cuaca Ekstrem di Tiongkok Ancam Pasokan Kepiting Berbulu

Muhammad Reyhansyah • 28 October 2025 13:05

Yangcheng: Tiga tahun terakhir menjadi masa terberat bagi Xie Dandan dan keluarganya dalam lebih dari satu dekade membudidayakan kepiting berbulu, hidangan mewah khas Tiongkok yang terkenal dengan daging manis dan telur emasnya.

“Sejak 2022, rasanya cuaca semakin buruk setiap tahun,” ujar perempuan berusia 34 tahun itu di tengah kolam berisi kepiting yang ia bungkus satu per satu dengan jerami untuk dikirim ke pelanggan.

“Kami sudah terbiasa menyiapkan diri secara mental untuk kerugian semacam ini,” ujar Xie.

Xie termasuk di antara para petani di Danau Yangcheng, Provinsi Jiangsu, yang kini dipaksa mencari cara baru agar kepiting mereka bertahan hidup. Suhu yang tidak biasa tinggi dan musim panas yang semakin panjang sejak 2022 telah mengacaukan siklus perkembangbiakan spesies bernama lain Chinese mitten crab itu.

Kepiting berbulu, yang dapat dijual hingga ratusan dolar per empat ekor di pasar luar negeri seperti Singapura dan Jepang, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. 

“Mereka yang bekerja di sektor pertanian benar-benar bergantung pada langit,” kata Xie, mengingat kerugian besar tahun lalu akibat topan terkuat yang melanda pantai timur Tiongkok sejak 1949, merusak jaring budidaya dan sistem oksigenasi.

Ahli lingkungan laut dari City University of Hong Kong, Kenneth Leung, menjelaskan bahwa suhu tinggi menghadirkan ancaman berlapis bagi kepiting berbulu: memperlambat pertumbuhan, mengurangi kadar oksigen di air, dan mempercepat pertumbuhan bakteri berbahaya.

Mengutip dari Channel News Asia, Senin, 28 Oktober 2025, harapan akan panen melimpah tahun ini pupus ketika suhu di sekitar Danau Yangcheng di Kota Suzhou bertahan di atas 30 derajat Celsius hingga akhir Oktober, menunda kematangan kepiting. 

Proses budidaya yang padat karya itu biasanya dimulai dari penetasan larva di kolam selama setahun sebelum dipindahkan ke area berpagar di danau untuk mengalami lima kali pergantian cangkang antara Maret hingga akhir September.

Namun panas ekstrem dapat mematikan kepiting saat mereka berganti kulit, selain memperlambat pertumbuhan akibat musim panas yang berkepanjangan. Pada 2022, para petani bahkan menebar balok es ke dalam air demi menurunkan suhu, kata Xie.

Beberapa musim panas terpanas dan terpanjang dalam tiga tahun terakhir mencatat suhu hingga 40 derajat Celsius selama beberapa hari berturut-turut sejak Juli. Badan Meteorologi Tiongkok pada September lalu menyebut musim panas tahun ini sebagai yang terpanas sejak 1961, sementara curah hujan di wilayah utara mencapai rekor terlama, keduanya dikaitkan dengan dampak perubahan iklim.

Leung menyarankan seleksi genetik sebagai salah satu solusi jangka panjang, yakni mengembangbiakkan kepiting yang memiliki toleransi lebih tinggi terhadap panas. Otoritas setempat memperkirakan hasil panen tahun ini mencapai sekitar 10.350 ton, sebanding dengan tahun-tahun sebelumnya, kecuali penurunan menjadi 9.900 ton pada tahun lalu akibat topan.

Bagi para petani seperti Xie, masa depan industri ini masih penuh ketidakpastian. “Kami hanya bisa melihat apakah kepiting berbulu dapat beradaptasi. Jika tidak, mungkin saja industri ini akan punah. Kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujar Xie pasrah.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com
Viral!, 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(Fajar Nugraha)