Regu penyelamat mencari korban gempa di Myanmar. Foto: Myanmar Now
Fajar Nugraha • 2 April 2025 10:03
Yangon: Jumlah korban tewas akibat gempa bumi di Myanmar meningkat menjadi 2.719 dengan 400 orang masih hilang, sementara lebih dari 4.000 orang terluka. Meskipun dilanda bencana, junta tetap menolak hentikan konfrontasi dengan separatis.
Jenderal Senior Min Aung Hlaing yang juga pimpinan junta militer Myanmar, telah dengan tegas menolak usulan gencatan senjata dari organisasi etnis bersenjata (EAO) yang dimaksudkan untuk memfasilitasi bantuan gempa bumi yang sangat dibutuhkan.
Sebaliknya, ia telah menyatakan kelanjutan operasi militer, sebuah langkah yang secara langsung merusak upaya kemanusiaan.
Meskipun serangan EAO dihentikan sementara setelah gempa bumi, Min Aung Hlaing menuduh kelompok-kelompok ini memanfaatkan jeda tersebut untuk berkumpul kembali dan melakukan pelatihan militer.
"Beberapa kelompok etnis bersenjata mungkin tidak terlibat aktif dalam pertempuran saat ini, tetapi mereka berkumpul dan berlatih untuk mempersiapkan serangan. Karena ini adalah bentuk agresi, militer akan melanjutkan operasi pertahanan yang diperlukan," katanya dalam acara penggalangan dana di Naypyidaw pada Selasa 1 April 2025, dikutip dari Myanmar Now, Rabu 2 April 2025.
Usulan gencatan senjata, yang ditujukan untuk memungkinkan pengiriman bantuan tanpa hambatan, diajukan oleh Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) dan EAO sekutu: Tentara Arakan (AA), Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar (MNDAA), dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang (TNLA). Penolakan Min Aung Hlaing menggarisbawahi konflik yang sedang berlangsung, bahkan saat negara itu terguncang oleh gempa bumi.
Tindakan keras junta terhadap sektor kesehatan swasta dan penindasan terhadap dokter rumah sakit umum yang mogok telah semakin melumpuhkan akses ke perawatan medis yang vital, memperparah penderitaan yang terluka.