Jaksa ICC Ajukan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Taliban

Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) keluarkan surat penangkapan untuk petinggi Taliban. Foto: Anadolu

Jaksa ICC Ajukan Surat Perintah Penangkapan bagi Pemimpin Taliban

Fajar Nugraha • 24 January 2025 09:08

Den Haag: Jaksa penuntut utama di Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) Karim Khan telah mengajukan surat perintah penangkapan bagi dua pemimpin Taliban di Afghanistan. Surat itu ditujukan termasuk kepada pemimpin spiritual tertinggi Haibatullah Akhundzada, dengan tuduhan melakukan penganiayaan terhadap perempuan dan anak perempuan.

Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh kantor Kepala Jaksa ICC pada Kamis 23 Januari 2025 mengatakan, para penyelidik menemukan alasan yang masuk akal untuk meyakini bahwa Akhundzada dan Abdul Hakim Haqqani, yang telah menjabat sebagai kepala hakim sejak tahun 2021, “memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan terhadap kemanusiaan berupa penganiayaan atas dasar gender”.

“Mereka bertanggung jawab secara pidana atas penganiayaan terhadap anak perempuan dan perempuan Afghanistan dan orang-orang yang dianggap Taliban sebagai sekutu anak perempuan dan perempuan,” kata pernyataan ICC itu, seperti dikutip Al Jazeera, Jumat 24 Januari 2025.

Tidak ada komentar langsung dari para pemimpin Taliban atas pernyataan jaksa tersebut. Sejak Taliban kembali berkuasa pada 2021, Taliban telah membatasi hak-hak perempuan, termasuk pembatasan pendidikan, pekerjaan, dan kemandirian umum dalam kehidupan sehari-hari.

Panel tiga hakim di ICC kini diharapkan untuk memutuskan permintaan penuntutan, yang tidak memiliki batas waktu yang ditetapkan. Prosedur semacam itu memakan waktu rata-rata tiga bulan.

Ini adalah pertama kalinya jaksa ICC secara terbuka meminta surat perintah dalam penyelidikan mereka terhadap potensi kejahatan perang di Afghanistan, yang dimulai sejak 2007 dan pernah mencakup dugaan kejahatan oleh militer AS di sana.

Khan mengatakan bahwa kantornya menunjukkan komitmennya untuk mengejar akuntabilitas atas kejahatan berbasis gender dan bahwa interpretasi Taliban terhadap hukum syariah Islam tidak dapat menjadi pembenaran atas pelanggaran hak asasi manusia atau kejahatan.

“Perempuan dan anak perempuan Afghanistan serta komunitas LGBTQI+ menghadapi penganiayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, tidak bermoral, dan berkelanjutan oleh Taliban. Tindakan kami menandakan bahwa status quo bagi perempuan dan anak perempuan di Afghanistan tidak dapat diterima,” kata Jaksa Khan.

Zalmai Nishat, pendiri lembaga amal Mosaic Afghanistan yang berbasis di Inggris, mengatakan bahwa jika surat perintah ICC dikeluarkan, dampaknya mungkin kecil terhadap Akhundzada, yang jarang bepergian ke luar Afghanistan.

"Namun dalam hal reputasi internasional Taliban, ini pada dasarnya berarti erosi total legitimasi internasional mereka, jika memang ada," kata Khan.

'Krisis eksistensial di ICC?'

Langkah Khan muncul di tengah krisis di pengadilan tersebut, yang dibuka di Den Haag pada tahun 2002 untuk mengadili individu yang dituduh melakukan kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan agresi.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump sedang mempersiapkan sanksi baru terhadap pengadilan tersebut setelah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu atas dugaan kejahatan perang di Gaza.

Moskow juga membalas ICC atas surat perintahnya tahun 2023 terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas dugaan kejahatan perang di Ukraina dengan mengeluarkan surat perintahnya sendiri untuk Khan.

Meskipun ada serangkaian surat perintah penangkapan yang menarik perhatian publik, ruang sidang di Den Haag hampir kosong dan Khan sedang diselidiki atas dugaan pelanggaran seksual di tempat kerja, yang dibantahnya.

ICC juga tidak memiliki kepolisian dan bergantung pada 125 negara anggotanya untuk melakukan penangkapan.

Namun, beberapa negara anggota Eropa telah menyatakan keraguan tentang penahanan Netanyahu. Secara terpisah minggu ini, Italia menangkap seorang tersangka ICC tetapi gagal menyerahkannya ke pengadilan.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Fajar Nugraha)