Mantan Presiden Korsel Yoon Suk Yeol didakwa penyalahgunaan kekuasaan. Foto: Yonhap
Fajar Nugraha • 1 May 2025 18:18
Seoul: Jaksa penuntut Korea Selatan (Korsel) telah mendakwa mantan Presiden Yoon Suk Yeol atas penyalahgunaan kekuasaan atas upaya darurat militer yang gagal. Ini menandai dakwaan terbaru terhadap pemimpin yang digulingkan yang sedang menjalani persidangan pemberontakan.
"Yoon didakwa tanpa penahanan fisik karena diduga menyalahgunakan wewenangnya dan menghalangi pelaksanaan hak-haknya saat ia memerintahkan tentara dan polisi untuk memblokir Majelis Nasional pada 3 Desember tahun lalu atas keputusan darurat militernya yang gagal," sebut tim khusus penuntut yang menyelidiki kasus Yoon, seperti dikutip Yonhap, Kamis 1 Mei 2025.
Dakwaan baru tersebut muncul sekitar tiga bulan setelah Yoon pertama kali didakwa pada 26 Januari atas tuduhan memimpin pemberontakan. Hal tersebut adalah sebuah pelanggaran yang tidak dilindungi oleh kekebalan konstitusional yang diberikan kepada presiden yang sedang menjabat.
Saat itu, Yoon menjadi presiden pertama yang sedang menjabat dalam sejarah Korea Selatan yang didakwa dalam penahanan.
Jaksa awalnya menahan diri untuk tidak memasukkan dakwaan tersebut karena kekebalan kepresidenannya, tetapi memutuskan untuk mendakwanya atas penyalahgunaan kekuasaan setelah Yoon dicopot dari jabatannya oleh Mahkamah Konstitusi awal bulan lalu.
Seorang pejabat kejaksaan mengatakan jaksa telah mengamankan cukup bukti untuk mendakwanya dengan penyalahgunaan kekuasaan.
Jaksa meminta Pengadilan Distrik Pusat Seoul yang menangani persidangan pemberontakan Yoon untuk menggabungkan kasus baru tersebut untuk musyawarah bersama.
Yoon dituduh berkonspirasi dengan mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun dan yang lainnya untuk menghasut pemberontakan pada tanggal 3 Desember dengan mengumumkan keadaan darurat yang tidak konstitusional dan ilegal, meskipun tidak ada tanda-tanda perang, konflik bersenjata, atau krisis nasional yang sebanding.
Ia juga diduga telah mengerahkan pasukan militer ke parlemen dalam upaya untuk mencegah anggota parlemen menolak deklarasi darurat militer.