Citra satelit menunjukkan badai. Foto: NASA
Fajar Nugraha • 26 June 2025 14:48
Beijing: Wilayah selatan Tiongkok kembali berada dalam kondisi siaga tinggi menjelang kedatangan badai tropis baru, hanya dua pekan setelah topan Wutip menyebabkan banjir besar, kerusakan infrastruktur, dan korban jiwa.
Pusat Meteorologi Nasional Tiongkok (NMC) memperingatkan bahwa sebuah depresi tropis diperkirakan akan mendarat pada Kamis 26 Juni 2025 pagi, dengan kemungkinan jalur lintasan antara Provinsi Hainan dan Guangdong. Dalam buletin daring yang dirilis hari ini, NMC menyatakan badai tersebut diperkirakan akan membawa hujan lebat dan angin kencang yang berpotensi memperburuk kondisi wilayah yang sebelumnya sudah terdampak.
Mengutip dari Malay Mail, Kamis 26 Juni 2025, Guangdong, provinsi dengan populasi padat dan aktivitas ekonomi tinggi—kembali menjadi sorotan karena akan menghadapi tantangan berat dalam mempertahankan sistem pengendalian banjirnya. Wilayah tetangga seperti Guangxi dan Hunan juga diperkirakan akan terdampak signifikan.
Topan Wutip yang menghantam Tiongkok dari 13 hingga 15 Juni lalu memaksa evakuasi ratusan ribu warga, menewaskan lima orang, dan menyebabkan kerusakan luas terhadap lahan pertanian serta infrastruktur jalan. Hujan deras dengan intensitas rekor menyebabkan genangan parah di berbagai kota dan wilayah pedesaan.
Hari ini, kota Rongjiang di Provinsi Guizhou mengalami hujan deras di luar kebiasaan yang membuat sebagian besar wilayah kota dengan populasi sekitar 300.000 orang terendam banjir. Air bah naik cepat, menyeret kendaraan, merusak jaringan listrik, serta membanjiri garasi bawah tanah dan pusat perbelanjaan.
Sungai-sungai yang mengalir ke selatan ke arah Guangxi juga dilaporkan meluap. Salah satu sungai tercatat memiliki permukaan air lebih dari sembilan meter di atas batas aman, menurut laporan media pemerintah.
Para pakar meteorologi Tiongkok memperingatkan bahwa badai tropis di musim panas kini memperparah curah hujan musiman Juni-Juli, yang berpotensi menyebabkan banjir dengan skala lebih besar dari perkiraan awal. Beberapa pejabat memperingatkan bahwa bencana semacam ini bisa memicu "peristiwa angsa hitam" yang tidak terduga seperti jebolnya bendungan, dengan konsekuensi fatal.
Merespons situasi darurat tersebut, Komisi Pembangunan dan Reformasi Nasional (NDRC) di Beijing pada Rabu (5/6) mengalokasikan dana sebesar 100 juta yuan atau sekitar Rp220 miliar untuk bantuan bencana di Guizhou, dan tambahan 100 juta yuan untuk Guangdong dan Hunan.
Dengan cuaca ekstrem yang terus terjadi dan badai yang datang silih berganti, Tiongkok kembali menghadapi ujian berat dalam mengelola bencana alam yang dipicu oleh krisis iklim global.
(Muhammad Reyhansyah)