Massa aksi di Kejagung. Istimewa
Al Abrar • 2 June 2025 14:53
Jakarta: Ratusan orang dari Perkumpulan Pemuda Keadilan dan Solidaritas Pekerja Sritex mendatangi Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Senin, 2 Juni 2025. Mereka mendorong penuntasan kasus dugaan korupsi dalam pemberian kredit dari sejumlah bank kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex).
Aksi dimulai sekitar pukul 13.00 WIB. Massa membawa mobil komando dan berbagai spanduk serta poster yang berisi tuntutan terhadap aparat penegak hukum. Dalam orasinya, Koordinator Aksi Dendi Budiman meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan tuntutan maksimal terhadap Direktur Utama PT Sritex periode 2005–2022, Iwan Setiawan Lukminto, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
“Kita meminta Jaksa Agung ST Burhanuddin memberikan tuntutan yang maksimal kepada tersangka Iwan Lukminto dan kawan-kawan,” kata Dendi.
Ia juga menuding dana kredit yang diperoleh PT Sritex digunakan untuk kepentingan pribadi sang direktur, bukan untuk menyelamatkan perusahaan dan para pekerja.
“Bukannya digunakan untuk menyelamatkan pekerjanya, malah digunakan untuk memuaskan ambisi kekuasaan bersama koleganya,” tegas Dendi.
Dalam aksinya, massa menyampaikan enam tuntutan utama, Membongkar skandal dugaan korupsi para petinggi PT Sritex. Mendesak Kejagung memeriksa dan menetapkan tersangka terhadap seluruh pihak yang terlibat.
Selain itu massa juga meminta Kejagung menelusuri aliran dana dari PT Sritex. Meminta pemeriksaan terhadap seluruh anggota keluarga Lukminto yang diduga terlibat.
Massa juga menuntut hukuman maksimal bagi Iwan Lukminto. Mendesak pembayaran pesangon dan hak-hak pekerja yang terkena PHK.
Sebelumnya, Kejagung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah, Dicky Syahbandinata, eks Pemimpin Divisi Korporasi dan Komersial PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) tahun 2020. Zainuddin Mappa, eks Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020, dan Iwan Setiawan Lukminto, Direktur Utama PT Sritex periode 2005–2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar mengatakan penyidik masih mendalami penggunaan dana kredit sebesar Rp692 miliar oleh Iwan Lukminto. Ia menyebut dana yang seharusnya digunakan untuk modal kerja justru digunakan untuk pembayaran utang, baik atas nama perusahaan maupun pribadi.
“Sekalipun digunakan untuk membayar utang perusahaan, hal itu tetap tidak dibenarkan karena tidak sesuai dengan perjanjian awal kredit,” jelas Harli, Sabtu, 24 Mei 2025.
Penyidikan kasus ini masih terus berlangsung dan menjadi sorotan karena melibatkan dana besar serta dampak sosial yang luas terhadap ribuan pekerja.