Patung Liberty berdiri di New York, Amerika Serikat. (Anadolu Agency)
Washington: Gedung Putih pada Senin kemarin menanggapi tegas seruan seorang politikus Prancis yang meminta Amerika Serikat mengembalikan Patung Liberty. Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, menyatakan bahwa Prancis seharusnya berterima kasih kepada AS atas perannya dalam Perang Dunia II.
“Saran saya kepada politisi Prancis tingkat rendah yang tidak disebutkan namanya itu adalah mengingat bahwa hanya karena Amerika Serikat, rakyat Prancis tidak berbicara bahasa Jerman saat ini. Mereka seharusnya sangat berterima kasih kepada negara besar kami," ujar Leavitt dalam konferensi pers di Washington DC, seperti dikutip ANI News, Selasa, 18 Maret 2025.
Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap permintaan kontroversial dari seorang politisi Prancis yang mengusulkan pengembalian Patung Liberty, ikon persahabatan yang dihadiahkan Prancis kepada AS pada 1886.
Gedung Putih Bersikukuh Lanjutkan Deportasi Meski Dilarang Hakim
Dalam kesempatan yang sama, Leavitt juga menegaskan keyakinan pemerintah AS untuk memenangkan perselisihan hukum terkait deportasi ratusan anggota geng Venezuela dari kelompok Tren de Aragua ke El Salvador.
"Kami sepenuhnya yakin akan memenangkan kasus ini di pengadilan," kata Leavitt.
Deportasi tersebut dilakukan pada Minggu 16 Maret 2025 setelah Presiden Donald Trump mengaktifkan Alien Enemies Act, undang-undang tahun 1798 yang memberikan kewenangan darurat bagi pemerintah selama masa perang. Namun, kebijakan ini mendapat tantangan hukum dari Hakim Distrik AS, James Boasberg.
Hakim Boasberg secara lisan memerintahkan pemerintah menghentikan sementara deportasi selama 14 hari dan memulangkan pesawat yang membawa imigran jika masih berada di udara.
Meski demikian, Gedung Putih berdalih bahwa penerbangan ke El Salvador tetap dilanjutkan karena pesawat telah meninggalkan wilayah AS sebelum perintah tertulis dikeluarkan.
"Semua pesawat yang disebutkan dalam perintah tertulis hakim telah meninggalkan wilayah AS sebelum perintah tersebut diterbitkan," jelas Leavitt.
Leavitt menambahkan bahwa terdapat perbedaan hukum mengenai kekuatan perintah lisan dibandingkan perintah tertulis, dan pemerintah akan menantang isu ini di pengadilan.
Pemerintah AS Ajukan Banding ke Mahkamah Agung
Hakim Boasberg telah menjadwalkan sidang tambahan pada Senin malam waktu setempat untuk meninjau apakah pemerintah AS melanggar perintahnya.
Sementara itu, pemerintahan Trump secara resmi mengajukan banding atas keputusan Boasberg, dan kasus ini berpotensi segera dibawa ke Mahkamah Agung untuk diputuskan dalam waktu singkat. (
Muhammad Reyhansyah)
Baca juga:
Geger, Warga Malang Temukan Bom Aktif Peninggalan Perang Dunia II