Chevron. Foto: Unsplash.
Arif Wicaksono • 3 November 2023 19:01
Myanmar: Chevron mengaku masih memiliki aset di Myanmar, termasuk sebagian dari ladang gas lepas pantai yang merupakan hasil kerja sama dengan perusahaan energi negara tersebut.
Chevron mengatakan pada Januari 2022, pihaknya akan keluar dari Myanmar. Pada Februari 2023 pihaknya setuju untuk menjual asetnya di sana, termasuk 41,1 persen saham di ladang gas Yadana Myanmar, kepada MTI Energy Kanada dengan harga yang tidak diungkapkan.
Namun perusahaan tersebut mengatakan kepada Reuters minggu ini, mereka masih memiliki aset tersebut. Chevron memastikan keluarnya mereka dari Myanmar dilakukan secara teratur kata seorang juru bicara, yang tidak memberikan batas waktu kapan hal itu akan terjadi dan tidak menunjukkan apakah ada kesulitan dalam menyelesaikan penjualan ke MTI.
"Kami telah menandatangani perjanjian untuk menjual kepemilikan perusahaan di seluruh aset Myanmar dan keluar dari negara tersebut. Ketentuan perjanjian bersifat rahasia," kata juru bicara tersebut, dilansir Channel News Asia, Jumat, 3 November 2023.
Chevron mengatakan pihaknya menjual ke MTI melalui anak perusahaannya Et Martem Holdings, yang berbasis di Bermuda. MTI, yang mendapat tekanan dari para aktivis atas rencana pembelian saham Yadana milik Chevron, tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Grup minyak dan gas Prancis, Total Energies, meninggalkan proyek gas Yadana pada 2022, yang meningkatkan kepemilikan Chevron dari 28 persen menjadi 41,1 persen. Pemangku kepentingan lainnya adalah operator PTTEP, unit perusahaan energi nasional Thailand PTT, dan MOGE Myanmar, yang dikendalikan oleh junta.
Terletak di Teluk Martaban, ladang Yadana telah menghasilkan sekitar enam miliar meter kubik gas per tahun, sekitar 30 persen di antaranya dipasok ke MOGE untuk keperluan domestik dan 70 persen diekspor ke Thailand.
Pada 2021, Total dan Chevron menangguhkan sejumlah pembayaran dari Yadana yang seharusnya diterima junta Myanmar, sehingga mendapatkan pujian dari aktivis pro-demokrasi.