Ekonomi RI Banyak Bergantung pada Tiongkok: dari Perdagangan hingga Utang

Presiden RI Prabowo Subianto bersama Presiden Tiongkok Xi Jinping. Foto: dok Kementerian Pertahanan RI.

Ekonomi RI Banyak Bergantung pada Tiongkok: dari Perdagangan hingga Utang

M Ilham Ramadhan Avisena • 20 November 2024 12:50

Jakarta: Perkembangan ekonomi Indonesia boleh dibilang banyak bergantung pada Tiongkok. Hal itu terlihat dari kinerja perdagangan, investasi, hingga utang luar negeri yang berasal dari Negeri Tirai Bambu terhadap Tanah Air.

Dari sisi perdagangan, misalnya, Indonesia lebih banyak mengalami defisit dagang dengan Tiongkok. Itu bahkan terjadi di saat neraca dagang secara umum mengalami surplus.

"Kalau dilihat lebih detail, ekspor kita terbatas pada beberapa komoditas. Dan komoditas tersebut sekalipun sudah diolah, tapi masih lebih pada olahan terhadap hasil pertambangan kita," ujar ekonom Bright Institute Awalil Rizky dalam webinar bertajuk Untung Rugi Dagang dengan Tiongkok yang diselenggarakan Bright Institute, dikutip Rabu, 20 November 2024.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS), selama tahun berjalan (Januari-Oktober) 2024, neraca dagang Indonesia berhasil mencatatkan surplus sebesar USD24,43 miliar. Namun kinerja dagang Indonesia mencatatkan defisit USD9,62 miliar dengan Tiongkok.

Defisit dagang itu lantaran impor Indonesia dari Tiongkok lebih besar ketimbang ekspor ke Negeri Tirai Bambu. Pada periode Januari-Oktober 2024 ekspor nonmigas ke Tiongkok tercatat USD48,19 miliar, sementara nilai impornya mencapai USD57,81 miliar.

Sebab utama defisit dagang dengan Negeri Panda ialah karena Indonesia banyak mengimpor mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya HS84; mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya HS85; dan plastik dan barang dari plastik HS39.

Jika ditarik ke belakang hingga 2017, Indonesia tercatat hanya satu kali mengalami surplus dagang dengan Tiongkok, yakni pada 2023. Selebihnya, Indonesia mencatatkan defisit dagang dengan Tiongkok. Defisit terdalam terjadi pada 2018, yaitu sebesar USD18,40 miliar.

"Dengan konstruk ekspor impor kita kepada Tiongkok, dari detail-detailnya ini, kita (lebih) bergantung, dia tidak. Dan ini risikonya cukup tinggi untuk hubungan dagang Tiongkok dan Indonesia. Risiko ya artinya apapun bisa terjadi," jelas Awalil.
 

Baca juga: Gara-gara Rupiah Melemah, Utang Indonesia Bengkak Jadi USD427,8 Miliar
 

Investasi Tiongkok berisiko


Selain perdagangan, dia juga menyoroti perihal penanaman modal dari Tiongkok. Kendati tak mendominasi investasi asing di Tanah Air, cara Negeri Tirai Bambu untuk menanamkan modal di Indonesia boleh dibilang juga berisiko.

Pasalnya sering kali investasi yang dibawa Tiongkok ke Indonesia diikuti dengan syarat penyertaan tenaga kerja dari Negeri Tirai Bambu. Jumlah investasi yang dibawa ke Indonesia pun terus meningkat. Pada 2023, misalnya, porsi investasi Tiongkok mencapai 14,80 persen dari total investasi asing di Indonesia.

"Kalau kita telusuri dari tahun ke tahun, itu terjadi peningkatan yang memang pesat adalah di selama era Pak Jokowi. Porsi dari Tiongkok ini sekarang di kisaran di 14,80 persen dari total investasi," tutur Awalil.

"Dari data ini sudah jelas kita memiliki hubungan ya tergantung nih, mau lihat untung apa ruginya kan. Dari sisi uang masuk ya memang banyak penanaman modal asing dari Tiongkok ini ke Indonesia," tambah dia.


(Ilustrasi aktivitas perdagangan ekspor-impor. Foto: dok MI/Pius Erlangga)
 

Utang Indonesia dari Tiongkok


Lebih lanjut, porsi utang Indonesia dari Tiongkok juga perlu diperhatikan. Per September 2024, besaran pinjaman mencapai USD22,47 miliar, 5,25 persen dari total utang luar negeri. Sementara utang swasta dari Tiongkok tercatat mencapai USD21,41 miliar, atau 94,08 persen dari utang luar negeri kepada Tiongkok.

Dominasi utang luar negeri swasta terhadap Tiongkok itu bisa jadi datang dari perusahaan-perusahaan BUMN. "Yang dimaksud dengan swasta itu, termasuk BUMN. Jadi BUMN itu dicatat bukan utang pemerintah, tetapi utang swasta," tutur Awalil.

"Jadi BUMN berutang kepada Tiongkok, nah ini bisa dibayangkan, ada kereta cepat dan lainnya. Utangnya itu ke bank-bank Tiongkok, kepada bank Tiongkok atau kepada BUMN Tiongkok," tambah dia.

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Husen Miftahudin)