Ilustrasi BPR. Foto: Cardlez.
Insi Nantika Jelita • 14 October 2024 12:11
Jakarta: Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (IDEAS) Yusuf Wibisono menilai banyaknya Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang jatuh bangkrut terjadi karena kalah saing dengan bank komersial dalam menyalurkan kredit mikro, serta takluk terhadap bank digital yang juga melakukan hal serupa.
Yusuf mencatat pada Desember 2021 jumlah BPR sebanyak 1.468 unit, kemudian menurun menjadi 1.441 unit pada Desember 2022. Kemudian, pada Desember 2023 jumlah BPR kembali susut menjadi 1.402 unit. Hingga akhir tahun ini diperkirakan jumlah BPR yang bangkrut mencapai 20 unit, menurut perkiraan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kejatuhan BPR karena kalah bersaing dengan bank komersial yang lebih besar yang masuk ke segmen kredit mikro," ujar Yusuf kepada Media Indonesia, Senin, 14 Oktober 2024.
"Persaingan di segmen kredit mikro ini juga semakin keras dengan masuknya pemain baru seperti bank digital dan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online," tambah dia.
Yusuf juga menyampaikan penyebab lain banyaknya BPR yang ditutup karena kelemahan dalam tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG), seperti banyaknya kasus fraud atau tindakan penyimpangan yang sengaja untuk menipu, atau memanipulasi bank, nasabah, dan pihak lain.
"Fraud ini banyak terjadi dengan kasus penggelapan dana nasabah deposan oleh pemilik BPR," jelas dia.
Baca juga: 20 BPR Terancam Ditutup hingga Akhir 2024 |