Tantangan Ekonomi Syariah: Mulai Bahan Baku Impor hingga Literasi yang Rendah

Ilustrasi Bank Indonesia. Foto: MI

Tantangan Ekonomi Syariah: Mulai Bahan Baku Impor hingga Literasi yang Rendah

Annisa Ayu Artanti • 9 July 2024 13:02

Jakarta: Bank Indonesia mencatat sejumlah tantangam dalam mengembangan ekonomi syariah di Indonesia.

Pada pembukaan Festival Ekonomi Syariah Kawasan Timur Indonesia (FESyar KTI) 2024, Deputi Gubernur Bank Indonesia Juda Agung menyampaikan empat tantangan tersebut adalah, masih tingginya ketergantungan bahan baku halal dari luar negeri seperti bahan pangan yang belum bersertifikasi halal.


Kedua, inovasi keuangan syariah masih terbatas pada basis investor yang belum kuat. Selanjutnya ketiga, potensi pasar yang besar dari dalam negeri belum tergarap dengan baik di tengah potensi Indonesia sebagai pusat modest fashion dunia.

Keempat, masih rendahnya tingkat literasi produk dan ekonomi syariah yang baru mencapai 28 persen. Ke depan di 2025, BI berupaya untuk meningkatkan literasi hingga 50 persen.
 
Baca juga: 

Demi Genjot Keuangan Syariah, Ini Arahan Wapres ke Perbankan


Untuk menjawab tantangan itu pengembangan eksyar, Bank Indonesia memiliki enam fokus, yaitu pengembangan ekosistem makanan halal melalui akselerasi sertifikasi halal, pengembangan modest fashion dengan mendorong desainer dan pengusaha, pengembangan ekonomi pesantren, pengembangan keuangan syariah melalui kebijakan dan instrumen pasar keuangan, pengembangan digitalisasi eksyar salah satunya melalui aplikasi Satu Wakaf Indonesia, dan penguatan literasi dan edukasi eksyar.

"Kehadiran FESyar ini bukan hanya sebagai ajang refleksi dan diskusi, tetapi juga sebagai platform sinergi, kolaborasi, aksi konkrit pengembangan eksyar di KTI," kata Juda dilansir dalam siaran pers, Selasa, 9 Juli 2024.

Peluang ekonomi syariah

Sementara itu, Pj. Gubernur Sultra diwakili oleh Sekretaris Daerah, Asrun Lio, memandang perlunya memberdayakan potensi ekonomi syariah untuk peluang baru meningkatkan kesejahteraan.

Prinsip berkeadilan dan berkelanjutan menjadi solusi efektif bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan. Hal ini perlu sejalan dengan prinsip bagi hasil, tolong menolong, dan keadilan sosial.

Keberadaan sebanyak 124 pesantren di Sultra menjadi salah satu modal yang berharga untuk eksyar. Penerapan eksyar di Sultra haruslah mencerminkan nilai keadilan, inklusivitas, universalitas, kesejahteraan, pemerataan dan keberlangsungan lingkungan.


"Pemerintah berharap FESyar menjadi momentum untuk kebangkitan ekonomi syariah di KTI, untuk masyarakat yang adil, makmur dan berkelanjutan," ujar dia.

Hingga akhir 2024, untuk KTI Bank Indonesia menargetkan tercapainya business matching senilai Rp176 miliar, Gerakan Halal untuk 1.000 UMKM dan 28 Gerakan Sadar Wakaf di Kawasan Timur Indonesia.

Hingga saat ini yang telah melebihi target adalah Gerakan Halal UMKM dan Sadar Wakaf. Program tersebut bermanfaat bagi peran keuangan sosial syariah pada pembangunan ekonomi yang inklusif. 
 

Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow  akun
Google News Metrotvnews.com


(Annisa Ayu)