Ilustrasi, PLTN. Foto: iStock/Michael Utech.
Moskow: Pada hari Selasa, 17 September 2024, kepala situs uji coba nuklir Rusia menyatakan bahwa fasilitas rahasianya siap melanjutkan uji coba "kapan saja" jika Moskow memberikan perintah. Pernyataan yang tidak biasa ini dapat menimbulkan kekhawatiran mengenai meningkatnya risiko tindakan tersebut.
Sementara itu, pejabat tinggi keamanan Rusia, Sergei Shoigu, melakukan pertemuan dengan mitranya dari Iran di Teheran pada hari yang sama, menurut laporan dari media Rusia dan Iran. Ini terjadi beberapa hari setelah pertemuan Shoigu dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, di Pyongyang.
Pasukan Rusia berhasil merebut kota Ukrainsk, bagian dari wilayah Donetsk yang strategis, saat mereka terus bergerak ke arah barat dengan tujuan menguasai seluruh wilayah Donbas.
Kota ini, yang sebelum perang memiliki populasi lebih dari 10.000 orang, kini menjadi basis baru bagi operasi ofensif Rusia. Menurut blogger militer pro-Rusia, pasukan Rusia berhasil menguasai kota tersebut dalam kondisi hampir utuh, yang memungkinkan mereka untuk memperluas serangan lebih lanjut.
Meski belum ada konfirmasi dari kementerian pertahanan Rusia maupun Ukraina, pergerakan pasukan ini menambah tekanan bagi Ukraina, yang masih berjuang mempertahankan wilayahnya dari serangan yang semakin agresif.
Kesiapan uji nuklir
Dalam pernyataan yang langka dan mengkhawatirkan, kepala lokasi uji nuklir Rusia, Laksamana Muda Andrei Sinitsyn, menyatakan bahwa fasilitas tersebut siap untuk melanjutkan uji nuklir "kapan saja" jika diperintahkan oleh Moskow. Pernyataan ini, yang dipublikasikan melalui Rossiyskaya Gazeta, menandakan potensi peningkatan postur nuklir Rusia.
Rusia belum melakukan uji nuklir sejak 1990, tetapi ketegangan dan diskusi baru-baru ini tentang dukungan Barat untuk Ukraina telah menimbulkan kekhawatiran akan uji nuklir baru. Analis berpendapat bahwa langkah tersebut dapat dimaksudkan untuk mengirim pesan pencegahan yang kuat ke Barat dan bahkan dapat memicu perlombaan senjata global baru.
Dalam berita diplomatik terkait, Sergei Shoigu, pejabat tinggi keamanan Rusia, bertemu dengan mitranya dari Iran di Teheran. Pertemuan ini menyusul diskusi terbaru Shoigu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un.
Meningkatnya hubungan Rusia dengan Iran dan Korea Utara, yang keduanya merupakan musuh AS, telah meningkatkan kekhawatiran internasional, terutama dengan tuduhan bahwa negara-negara ini memasok teknologi militer kepada Rusia.
Pembahasan antara Shoigu dan pejabat Iran terjadi dengan latar belakang desakan Kyiv agar negara-negara Barat menyediakan senjata jarak jauh bagi Ukraina, yang berpotensi memperburuk konflik lebih lanjut.
AS cermati impor uranium dari Tiongkok
Dalam perkembangan lain, pemerintahan Biden sedang menyelidiki lonjakan impor uranium yang diperkaya dari Tiongkok, yang telah melonjak sejak akhir 2023.
Peningkatan ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Tiongkok mungkin membantu Rusia menghindari larangan AS atas impor uranium Rusia, yang bertujuan untuk mengganggu upaya perang Rusia.
Departemen Energi AS memantau impor ini secara ketat untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan baru yang dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar nuklir Rusia.
Situasi ini menggarisbawahi interaksi yang kompleks antara perdagangan global dan geopolitik dalam konteks konflik yang sedang berlangsung.
Meta larang media Rusia
Di ranah digital, Meta, perusahaan induk Facebook, Instagram, dan WhatsApp, telah memberlakukan larangan global terhadap media milik negara Rusia, termasuk RT dan Rossiya Segodnya.
Langkah ini menyusul tuduhan taktik penipuan yang digunakan oleh media-media ini untuk mempengaruhi opini publik. Kremlin telah mengkritik keputusan Meta, menyoroti hubungan yang tegang antara Rusia dan platform media sosial utama.
Konflik dan serangan berkelanjutan
Konflik terus melanda kawasan tersebut, dengan Rusia menangkis berbagai upaya Ukraina untuk menerobos perbatasannya di wilayah Kursk. Sementara itu, Rusia telah melancarkan serangan rudal terhadap infrastruktur energi di wilayah Sumy, Ukraina, yang menyebabkan gangguan listrik yang signifikan.
Seiring dengan perkembangan situasi, masyarakat global mengamati dengan saksama, bergulat dengan implikasi dari perkembangan ini bagi keamanan internasional dan hubungan diplomatik.
(Nithania Septianingsih)