Ilustrasi. MI/Abdus Syukur.
Ihfa Firdausya • 3 January 2025 14:32
Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait kasus pengeroyokan santri yang berujung kematian di Banyuwangi, Jawa Timur. Kementerian PPPA meminta proses hukum dan pendampingan terhadap anak untuk menjadi atensi.
"Pendampingan dalam proses hukum dan pemenuhan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, baik anak sebagai korban, saksi, atau sebagai pelaku untuk dipastikan," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar saat dihubungi, Jumat, 3 Januari 2025.
Ia mengatakan seluruh pelaku harus mendapatkan pendampingan hukum, tetap bisa belajar, dan layanan lain yang dibutuhkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kekerasan berujung maut terhadap santri kembali terjadi. Kini menimpa AR, 14, seorang santri asal Buleleng, Bali.
AR meninggal pada Kamis, 2 Januari 2025 setelah koma selama 6 hari. AR dikeroyok oleh enam seniornya di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Pelaku pengeroyokan masih berusia belasan, dua di antaranya masih berusia anak. Mereka adalah HR, 17); IJ, 18; MR, 19; S, 18; WA, 15; dan Z, 18.
Baca juga: Santri di Banyuwangi yang Dianiaya Senior Ponpes, Meninggal |